Proses Berliku Merumahkan Lutung Jawa

By , Rabu, 3 Desember 2014 | 12:49 WIB

Karena itu, proses adaptasi mengubah perangai menjadi liar dan siap hidup mandiri pun memerlukan waktu bervariasi, mulai dari beberapa bulan hingga bertahun-tahun.

Lutung yang dipelihara oleh manusia memiliki perangai berbeda.

Misdianto, koordinator tim JLC, serta Ngatiin dan Heri Kiswoyo, penjaga satwa, mengatakan, beberapa lutung yang menjalani proses rehabilitasi ada yang telah mengalami perubahan kebiasaan, bukan lagi sebagai individu herbivora. Hewan yang seharusnya makan tumbuhan itu oleh pemiliknya telah '"dipaksa" mengonsumsi makanan manusia, seperti roti sisir, tahu, tempe, nasi, hingga ayam goreng. Tak heran saat baru datang ke JLC, hewan tersebut sama sekali tidak tertarik dengan dedaunan.

"Samson (6), misalnya. Lutung jantan yang diserahkan oleh pemiliknya dari Banyuwangi ini tadinya diberi makan tempe dan nasi. Akibatnya, untuk adaptasi agak sulit.

Dedaunan yang kami sodorkan tidak langsung dimakan, hanya untuk alas tidur. Setelah di sini beberapa waktu dan melihat kebiasaan lutung lain di sampingnya yang makan dedaunan, baru ia mulai belajar makan daun," ujar Misdianto.

Setelah dianggap berhasil melalui proses karantina, lutung kemudian menjalani proses sosialisasi bersama sejumlah lutung lainnya. Dalam proses ini, lutung dibuat menjadi sebuah keluarga mengingat di alam bebas mereka tinggal dalam kelompok dengan seekor pejantan dominan, induk, dan anak-anak. Saat ini ada dua kelompok yang tengah menjalani proses sosialisasi, masing-masing lima ekor.

"Setelah sosialisasi baru mereka dilepasliarkan. Untuk memilih lokasi lepas liar harus mempertimbangkan beberapa syarat, salah satunya tidak ada kelompok lutung lain di kawasan itu. Jika ada mereka bisa berkelahi karena kelompok lutung yang ada lebih dulu akan mempertahankan teritorialnya," ujar Misdianto.