Ribuan fosil purba di Sangiran yang masih terpendam di dalam tanah dimungkinkan akan muncul ke permukaan. Hal ini bisa terjadi karena struktur tanah di Sangiran yang mudah tererosi dan patah ketika musim hujan tiba.
"Saat ini fosil yang ditemukan masih sekitar 20 persen, sedangkan sisanya masih terpendam di dalam tanah. Sangat dimungkinkan sekali ketika musim hujan tiba, fosil-fosil ini akan tergali sendiri ke permukaan," papar Kepala Seksi Pengembangan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran Rusmulia Ciptadi, di sela-sela acara Pameran Museum Manusia Purba di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (29/11).
Sangiran yang dideklarasikan sebagai situs manusia purba oleh Van Konigswald pada 1934 silam merupakan daerah dengan karateristik tanah yang unik. Tanah Sangiran berasal dari endapan abu vulkanis, material lahar dari Gunung Lawu Purba dan Gunung Merapi Purba.
Ketika hujan, tanah ini mudah tererosi dan membentuk endapan. Saat itulah, fosil-fosil akan terangkat dengan sendirinya ke permukaan. Kekhasan lainnya adalah ketika terangkat di permukaan, fosil-fosil ini masih awet.
Rusmulia menjelaskan, fosil yang terpendam ini tersebar di 22 desa yang mencakup Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah. Fosil ini bisa mencakup manusia, binatang, serta fauna, ditambah dengan alat berburu mereka.
"Penemuan terakhir adalah penemuan kaki gajah. Kami masih menanti penemuan-penemuan berikutnya karena Sangiran tidak akan pernah mati," tambahnya.
Tiga museum baru di Sangiran
Dalam pengembangan situs Sangiran, pada tahun 2014 akan dibangun tiga museum baru di luas area 56 kilometer persegi yang tersebar di 22 desa. Tiga museum ini adalah klaster Dayu (penelitian arkeologi mutakhir), klaster Ngebung (sejarah penemuan), dan klaster Bukuran (history of Java Man).
Budi Sancoyo, Kasubag Tata Usaha Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran menjelaskan, museum ini lebih bersifat khusus dan diharapkan menjadi lokasi penelitian. "Koleksinya yang paling banyak tetap berada di klaster Krikilan atau Museum Purba Sangiran yang jumlahnya mencapai 31 ribu. Sementara itu, di museum khusus tersebut, pengunjung dapat belajar lebih detail tentang evolusi manusia," papar Budi.
Ia menambahkan penemuan fosil-fosil terakhir yang masih terpendam dalam tanah juga akan dimasukkan sesuai dengan karateristik museum khusus. Dengan demikian, pengunjung tidak kesulitan bila ingin melakukan penelitian.
Sementara itu, terkait dengan pameran Museum Purba Sangiran di lima kota: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar, yang berlokasi di salah satu pusat perbelanjaan, Budi mengaku untuk meningkatkan kecintaan serta wawasan masyarakat terhadap manusia purba.
"Dengan pameran di mal, mereka tidak perlu kerepotan untuk datang ke Sangiran. Kami menilai cara ini efektif karena mal selalu didatangi banyak orang.Selama ini kunjungan ke museum masih sangat kurang," tambahnya.