Dibandingkan harga pakaian di kawasan perdagangan lain di kota Dili, Kampung Alor merupakan yang termurah karena di situ merupakan pusat grosir pakaian. “Banyak yang membeli untuk dijual lagi.” Jelas Rahman. Saingannya hanya toko-toko baju loakan atau baju bekas yang banyak tersebar di penjuru kota Dili.
Kampung Alor banyak dikunjungi pada hari-hari libur atau menjelang Natal. Pendapatan pertoko yang sehari-hari hanya US$300 - US$400 bisa melonjak sampai dua kali lipat. Usaha ini menguntungkan bagi Rahman dan adiknya Hajjah Erna.
“Kalau mata uang di sini masih dolar saya akan terus jualan. Tapi kalau punya mata uang sendiri bukan dolar, saya akan pensiun,” jelas Rahman.
Rahman adalah sedikit dari warga Indonesia yang jeli melihat peluang usaha di wilayah yang baru reda dari gejolak politik dan kemanan. Ia menjadi inspirasi bagi saudara-saudaranya untuk ikut membuka usaha di Timor Leste.
Cukup bermodalkan niat, kerja keras konveksi pakaian jadi dari Tanah Abang ia kini mulai berjaya di Kampung Alor Dili.