Menyingkap Sejarah Sekolah Modern Pertama di Maluku, Abad Ke-16

By Galih Pranata, Selasa, 24 Agustus 2021 | 17:00 WIB
Potret pembelajaran sekolah katholik di Jawa sekitar abad ke-20. (Tropenmuseum/Wikimedia)

 

Nationalgeographic.co.id—Pasca jatuhnya Konstantin, Portugis bertekad untuk meluaskan ajaran nasrani atau katolik ke seluruh penjuru dunia, Maluku salah satunya. Portugis dan Spanyol menjadi dua negara yang mendarat di Maluku, sebelum Belanda masuk dan menjajah Indonesia. Portugis menjadi negara pertama yang sampai ke Ternate pada abad ke-16. Tujuan awalnya adalah untuk mencari sumber rempah dan melancarkan misi suci atau gospel.

Portugis pertama kali mendaratkan kapalnya di Ternate pada tahun 1512. Kedatangannya memulai sejarah perkembangan pendidikan, yang sebelumnya masih dilakukan dengan cara tradisional. Portugis dianggap membawa pengaruh baru dalam merubah tatanan sistem pendidikan di Indonesia saat itu. Mereka memperkenalkan sistem pendidikan Eropa, merubah sistem sorogan yang berlangsung sejak Islam masuk ke Nusantara. 

Samudra Eka Cipta dalam prosiding internasional yang berjudul Nationalism Among Indonesian Catholics, publikasi 2019, menjelaskan tentang permulaan yang dilakukan Portugis di Maluku. Pada 1536, Pemerintah Portugis di Lisbon, menunjuk seorang gubernur untuk memimpin Maluku, ia adalah António Galvao. Diperkirakan ia telah mendirikan sekolah modern agama Katolik di Ternate. 

Bangsa Indonesia sebelumnya belum mengenal tulisan latin, mereka masih menggunakan aksara kedaerahan. "Galvao datang dan menjadi gubernur di Maluku, Ia mendirikan sekolah Katolik yang mengajarkan huruf-huruf latin dalam proses pembelajarannya" tulisnya.

Syahruddin dan Heri Susanto dalam bukunya berjudul Sejarah Pendidikan Indonesia, terbitan tahun 2019, menjelaskan tentang sekolah pertama di era Portugis. "Mulanya Portugis hanya berniat untuk berdagang, namun kemudian melalui misi gospel, Portugis mulai menyebarkan ajaran Katolik" tulisnya.

Portugis mendirikan sekolah seminari untuk mencetak para pendeta dan misionaris di Maluku. Umumnya, anak para pemuka pribumi saja yang dapat bersekolah disana. "Mereka diajarkan calistung (baca, tulis, hitung) sehari-hari, serta diperkenalkannya tulisan latin" tambahnya. Tak hanya di Ternate, mereka juga mendirikan sekolah serupa di Solor.

Baca Juga: Menyelisik Pendidikan Perempuan di Taman Siswa Awal Abad ke-20

Guru dan murid-murid sekolah di Ambon, Hindia Belanda, sekitar 1900. (KITLV)

Para misionaris terus menggencarkan upaya penyebaran ajaran Katolik. Fransiskus Xaverius telah melakukan pembaptisan kepada sekitar 1.000 orang di Ternate. Kemudian, ia membawa 50 anak untuk melanjutkan studi di sekolah agama Katolik di Goa pada tahun 1547. Goa juga merupakan pusat kekuatan Portugis di Asia.

"Banyak para (orang-orang) Portugis yang menikah dengan pribumi, melahirkan Indo-Portugis, selain anak Eropa, merekalah yang bisa bersekolah" Tulis Dr. Th. van den End dalam bukunya berjudul Ragi Carita 1, terbutan tahun 1987. "Mereka mendapatkan dasar-dasar ilmu pengetahuan dari kurikulum Eropa yang dipraktikan, serta menghafal Katekismus Roma sebagaimana sekolah nasrani (Katolik) di Eropa" tambahnya.

Baca Juga: Marie Thomas, Dokter Wanita Indonesia Pertama yang Kini Jarang Dikenal

Pengurus dan Pembina Sekolah Kristen Pribumi Belanda di Ambon, sekitar 1919. (KITLV)

Sistem pendidikan Eropa sudah mengenal model klasikal, atau pembelajaran dalam ruangan kelas. Transformasi yang luar biasa, setelah sebelumnya pendidikan diajarkan melakui majelis atau surau. Sekolah seminarie atau sekolah seminar, dilakukan dengan meletakkan meja dan kursi untuk para pendengar (siswa) dan papan tulis untuk penjelasan penyeminar (guru). Pola-pola ini bahkan diadopsi hingga hari ini.

Hanya saja, kekuasaan Portugis di Maluku tak berlangsung lama. Masuknya Belanda, mendesak juga pengaruh Katolik di Maluku. Sejak berdirinya kongsi dagang Belanda, VOC pada 1602, kekuasaan Portugis di Maluku melemah. Akhirnya pada 1605, Portugis terpaksa harus angkat kaki dari Maluku dan berpindah ke Timor Timur. 

Belanda kemudian berhasil menduduki wilayah-wilayah yang semula dikuasai Portugis. Ia membawa ajaran kristen dan menyebarkannya kepada para penduduk di Maluku dan beberapa wilayah di hampir seluruh Indonesia bagian timur. Dalam tulisan Dr. Th. van den End, tercatat pada 1662, Belanda telah mendirikan 33 sekolah di Ambon dengan jumlah 1300 siswa. 

Baca Juga: Martha Tiahahu, Perempuan yang Jadi Panglima Perang di Usia 17 Tahun