Melestarikan Satwa yang Hampir Punah Dengan Cara Kloning, Apakah Bisa?

By Fadhil Ramadhan, Sabtu, 28 Agustus 2021 | 07:00 WIB
Wujud Domba Dolly yang merupakan domba hasil kloning. (Flickr)

Nationalgeographic.co.id—Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar istilah kloning, bisa dari film, bisa juga dari buku. Kloning atau pengklonaan, dalam biologi, berarti proses menghasilkan individu dari jenis yang sama secara genetik. Praktik kloning sudah dilakukan sebelumnya pada domba ternak. Kali ini, kloning juga ingin dilakukan dalam bidang konservasi.

Domba ternak yang berhasil dikloning bernama Dolly. Domba Dolly berhasil hidup pada 1996 di The Roslin Institute, Skotlandia. Ia terlahir hampir identik secara genetik. Melansir dari The New York Times, Dolly dibesarkan dengan kambing jantan Gunung Welsh dan memiliki enam orang anak. Pada usia 6,5 tahun ia menderita penyakit paru-paru. Dokter pun mengistirahatkan Dolly. Domba Dolly meninggal pada 2012.

Domba hasil kloning yang berusia tujuh sampai sembilan tahun, sama dengan manusia yang berumur 60 tahun. Kloning tidak akan benar-benar aman sampai embrio bertahan pada tingkat yang sama, dengan yang dihasilkan melalui konsepsi alami atau fertilisasi in vitro. Meski begitu, masalah kesejahteraan dan etika akan tetap ada.

Baca Juga: Mengenang Kelahiran Domba Dolly, Kesuksesan Pertama Kloning Mamalia

Hewan yang dikloning nantinya akan menjadi hibrida dari hewan masa lalu dan masa kini. Melansir dari The Sydney Morning Herald, “Ada cara untuk menghidupkan kembali binatang yang 100 persen sudah punah,” kata Michael Archer, seorang ahli paleontologi, ”Dan itu adalah kloning.” Tentu saja, untuk pengklonaaan hewan, sel yang digunakan harus tetap utuh, atau "hidup" dalam artian tertentu.

“Menghidupkan kembali beberapa spesies dapat membantu memerangi efek pemanasan global,” ujar George Church, seorang ahli genetika terkenal dari Harvard University. Banyak yang berpikir bahwa menghidupkan mamut dapat memperlambat perubahan iklim.

Diketahui bahwa padang rumput dapat menyerap lebih banyak karbon daripada hutan. Mamut dapat merobohkan pepohonan dan menciptakan tundra sambil ia berjalan. Kaki mereka pun saat minginjak-injak salju, dapat membuat lapisan es lebih dingin, sehingga memperlambat lapisan es di Kutub mencair.

Baca Juga: Menghidupkan Kembali Mammoth, Ilmuan: Hal Tersebut Mungkin Terjadi

Pada 2003, para ilmuwan di Spanyol mengkloning kambing gunung yang telah punah. Kambing ini dikenal sebagai Ibex Pyrenean dari genom spesies terakhirnya, kambing Celia. Kloning dilakukan dengan mengambil telur pada inang hewan dari spesies yang sama. Lalu DNA pada telur tersebut, diganti dengan hewan yang akan dihidupkan, seperti kambing Ibex dan Celia.

Kemudian berikanlah sentakan listrik untuk menggabungkan sel telur dan nukleus. Maka telur baru tersebut akan tertanam pada induk kambing pengganti. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, bayinya akan lahir. Namun dalam kasus Ibex, ia terlahir, tetapi hanya dapat hidup sepuluh menit. Ia terlahir dengan paru-paru yang tidak sempurna. 

Archer berharap akan ada akhir yang lebih bahagia untuk katak perut, spesies Australia yang sedang dia kloning. Katak ini pertama kali menarik perhatian peneliti medis, karena kemampuannya yang aneh untuk mengubah perutnya menjadi rahim, lalu mengeluarkan bayinya lewat mulut. “Di alam ini, tidak ada yang dapat melakukan hal itu,” kata Archer.

Baca Juga: Inovasi Penelitian Genetik dari Kloning Musang Berkaki Hitam di AS

Katak perut sudah punah, ia hilang sejak pertengahan 1980-an. Kemudian pada 2013, tim Archer menemukan DNA katak tersebut. Mereka mulai menanamkan DNA-nya pada telur induk katak lain, lalu mengamati bahwa embrio-nya mulai berkembang. “Namun, tiba-tiba berhenti begitu saja,” kata Archer. Tim percaya bahwa masalahnya bukan terletak pada DNA, tetapi pada teknik mereka untuk mengkloning amfibi.

Bayi musang berkaki hitam bernama Elizabeth Ann lahir dengan selamat. (The Sydney Morning Herald)

Sekelompok ilmuwan bernama “The de-extinction club” dapat memanfaatkan rekayasa genetika dan melakukan kloning. Pada akhir 2020, Ben Novak yang merupakan bagian dari The de-extinction club, bekerja sama dengan US Fish and Wildlife Service untuk mengkloning musang berkaki hitam yang sedang terancam punah.

Klona tersebut bernama Elizabeth Ann, sampai kini sudah hidup selama enam bulan dan dalam keadaan sehat. Ia suka merobek kantong kertas dan menggonggong kepada siapa pun yang memasuki ruang pribadinya. Elizabeth Ann juga memiliki "variasi genetik yang tiga kali lebih banyak di tubuh kecilnya, daripada musang (berkaki hitam) lainnya di planet ini," kata Novak.