Sepotong Jejak Budaya Tarakan

By , Sabtu, 28 September 2013 | 13:00 WIB
()

Dari keramaian kota, saya hanya perlu setengah jam untuk bisa menikmati kapah rebus, udang goreng, kelapa muda, buras dan gorengan di Pantai Amal Lama. Sembari menikmati semilir angin yang berhembus dari Laut Sulawesi, kuliner nikmati itu tersaji di hadapan saya.

Kapah atau sejenis kerang bivalvia disantap dengan sambal pedas bercampur jeruk nipis. Pedas bercampur asam segar. Adonan sambal kacang menemani buras yang dibungkus daun pisang. Hanya saja, teman-teman seperjalanan mewanti-wanti kandungan kolestor kapah.

Pantai yang dibentengi tanggul kokoh ini menjadi favorit bagi warga Tarakan. Sebelum bertandang ke Kawasan Wisata Adat Baloy Tidung, saya melewati tengah hari di pantai Amal Baru. Kendati hawa panas menyergap, sejumlah pengunjung nekat menyantap kuliner khas pesisir Tarakan itu.

Salah satu sudut pantai, terdapat bangunan untuk menggelar festival budaya iraw tengkayu setiap dua tahun sekali. Dalam bahasa Tidung, iraw bermakna perayaan, dan tengkayu berarti pesisir atau laut. Iraw tengkayu bermakna perayaan laut. Salah satu ritualnya: pakan, memberikan sesaji ke perairan, sebagai wujud rasa syukur kepada yang Kuasa. Saat iraw tengkayu, sesaji laut dilarung dengan perahu, yang dikenal dengan padaw tuju dulung.

Ragam tamasya di Tarakan agaknya terlalu sayang untuk dilewatkan dalam sehari. Beberapa hari lawatan ke Pulau Tarakan seperti meringkas sepenggal babak Perang Dunia II berpadu keelokan alam pesisir.