Sepotong Cinta untuk Si Chelo

By , Minggu, 6 Oktober 2013 | 07:06 WIB
()

Sore itu, Eko Nurjiyanto datang tergopoh-gopoh menenteng sekarung telur. Dia menaruhnya di hamparan petak penetasan. “Ini dari dua sarang,” ujarnya kepada Wartono, yang bersiap menggali pasir.

Tangan Wartono cekatan menggangsir pasir di rumah penetasan, Sukamade, Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Dua keping papan memberi tanda:  nomer, jenis penyu, jumlah telur dan tanggal pemendaman.

Butir-butir sebesar bola pingpong itu lantas berpindah, dari karung ke liang sarang. Sesore itu masih saja ditemukan sarang penyu hijau (Chelonia mydas). “Mungkin dia terlambat bertelur,” tutur Wartono.

Berselimut kesunyian, pada dunia-bawah pasir petak penetasan berdesakan benih penyu hijau. Dalam diam, telur-telur itu berdetak, dan suatu waktu menetas meramaikan semesta raya.

Ada empat petak penetasan: dua petak sengaja dikosongkan, dua petak lain menyimpan ribuan telur. “Setelah dua kali penetasan pasir diganti,” terang Wartono, yang telah bekerja 20 tahun sebagai peminak penyu.

Di permukaan pasir, berdiri papan-papan ‘identitas’ telur. Berderet rapi. Hampir semua sang induk berjenis penyu hijau. Di sebelah galian Wartono, pada papan identitas tertera nama si pemendam: Trixi, dari Jerman, dan Dom dari Kanada. Simbol dua hati tercantum pula.

Sejoli ini agaknya sedang kasmaran. Seratus sembilan belas telur penyu hijau yang dipendam itu beruntung: tanda cinta kekasih beda bangsa ini. “Kemarin mereka datang, pulang tadi pagi,” jelas Wartono. Kami sempat berpapasan di jalan dengan dua orang asing itu.

Pengunjung memang bisa turut menggali dan memendam telur penyu yang dikumpulkan para pengelola Sukamade. Tak hanya mendengar dan melihat, upaya pelestarian reptil samudera ini dipraktikkan langsung.

Melepas tukik ke samudra. Kegiatan pelestarian penyu dilakukan di kawasan Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur (Agus Prijono).
 

Tentu saja, ada kaidah-kaidah yang mesti dituruti para pengunjung. Misalnya,  “Kalau mengamati penyu bertelur harus sunyi, dan tidak boleh menyalakan lampu,” terang Didin Plamboyan, pengelola Sukamade.

Saban malam, Didin bersama sejawat kerjanya berpatroli di sepanjang pantai. Selain menghalau para pencuri, menjelajahi pantai dalam gelap gulita juga untuk mengumpulkan butiran telur.

Sukamade dikenal sebagai pangkalan utama penyu laut bertelur di pesisir selatan Banyuwangi, Jawa Timur. Dari enam jenis penyu di Indonesia, empat di antaranya bertelur di Sukamade. “Yang paling banyak penyu hijau,” kata Didin.

Setiap hari ada saja penyu hijau yang singgah bertelur. Dengan memboyong ke tempat penetasan, berarti menyelamatkan calon penerus penyu dari pemangsa dan pencuri.

Pemangsa alami banyak berkeliaran di pantai. Di bawah tajuk pohon, seekor biawak besar nampak menyelinap dalam kerimbunan tumbuhan. Didin sempat menunjukkan kulit telur yang berserakan dekat lubang sarang. “Lihat, ini karena celeng, babi hutan,” jelasnya.

Selain penyu hijau, penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu sisik (Eremochelys imbricate), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea), bertelur pada pesisir yang pernah dihantam Tsunami pada 1994 ini. “Penyu belimbing biasa bertelur antara Juli sampai September,” kata Didin. Tapi penyu berkarapas seperti buah belimbing itu datang bertelur saban tahun.

“Intervalnya empat tahunan baru naik [bertelur]. Dia juga paling lama bertelur; lubangnya paling dalam.”  Sementara itu, penyu lekang bertelur mulai Maret sampai Juni. “Yang paling jarang penyu sisik; penyu hijau sepanjang tahun,” Didin memaparkan.

Kerap mengamati dan mengawal pantai perteluran, para pengelola Sukamade piawai mendeteksi polah penyu bertelur.  Setiap jenis penyu punya gerak-geriknya sendiri. Didin menjelaskan, penyu lekang kerap bertelur tak jauh dari pinggir air laut, tak sampai 20 meter. Penyu lekang juga tidak menggali lubang sandaran badan, dia langsung menggali liang bertelur.

Tutupan sarangnya rapi, yang ditutup dengan tumbukan badan dan kaki. Suara tepukan badan ke pasir bisa terdengar sampai dua meter. “Badannya bergoyang, seperti goyang karawang,” Didin berseloroh.

Itu berbeda dengan penyu hijau, yang membuat liang hingga batas vegetasi. “Bisa pindah-pindah dia, mencari tempat yang tidak ada akarnya.” Akar-akar vegetasi hanya akan menyulitkan si chelo—begitu panggilan penyu hijau di Sukamade—menggangsir pasir. Sedangkan penyu sisik maupun penyu belimbing kerap bertelur di tengah hamparan pasir, antara air laut dan vegetasi pantai.