Susahnya Selamatkan Orangutan di Kalimantan (II)

By , Kamis, 24 Oktober 2013 | 10:58 WIB
()

*Catatan Feri Latief, saat ikut operasi penyelamatan orangutan di Kalimantan Barat bulan Mei 2009. Dalam tulisan sebelumnya, Feri sebagai foto dokumenter mengisahkan usaha penyelamatan dua bayi orangutan, Lutfi dan Mela. Berikut lanjutan tulisan tersebut, pasca-kedua bayi orangutan sudah ada di tangan tim penyelamat.

Rencananya, Lutfi, karena masih kecil, akan dikirim ke pusat rehabilitasi orangutan sebelum dilepas liarkan. Syukurnya pusat rehabilitasi Borneo Orangutan Survival (BOS) Nyaru Menteng di Palangkaraya bersedia menerima Lutfi. Asisten manager pusat rehabilitasi itu mengatakan, menyelamatkan orangutan bisa dilakukan setiap saat. Tapi setelah di-rescuemau ditempatkan di mana?

Lutfi menyusu selama di perjalanan menuju pusat rehabilitasi di Nyaru Menteng, Kalimantan. (Feri Latief)

Maklum karena semua pusat rehabiltisasi orangutan di Kalimantan sudah penuh sesak alias over populasi. Ini adalah salah satu masalah yang serius untuk penyelamatan orangutan.

Untuk orangutan Mela, karena dianggap sudah cukup besar ia akan diobservasi selama dua minggu sebelum dilepas liarkan kembali. Tim rescue mempunyai rencana untuk melepaskannya di Taman Nasional Gunung Palung (TNGP).

Tapi kemudian timbul masalah, ketika tulisan ini dibuat, pihak TNGP menolak untuk melepasliarkan Mela di taman nasional itu. Karena konsep taman nasional adalah tidak boleh menambah atau mengurangi sesuatu dari kawasan tersebut. Dan disarankan Mela dilepasliarkan kembali di kawasan hutan yang terus dibuka untuk kebun sawit tersebut.

Ketua tim rescue jelas kecewa, karena buat apa orangutan itu diselamatkan dari pembukaan hutan kalau akhirnya kembali ke lokasi yang sama? Sedangkan proses landclearing masih terus berlanjut sampai akhir tahun nanti seperti yang dikatakan manager perkebunan sawit. Artinya pembukaan hutan terus berlanjut dan akan banyak orangutan yang akan menjadi korban lagi.

Yang ditakutkan adalah ketika hutan tersebut sudah terbuka semua untuk lahan sawit dan buffer zone tidak bisa diandalkan untuk habitat orangutan karena perbandingannya tidak sepedan dengan jumlah orangutan di sana. Maka orang-orangutan akan masuk ke perkebunan kelapa sawit untuk mencari makanan.

Biasanya umbut kelapa sawit muda yang dijadikan sasaran orangutan untuk kebutuhan pangannya. Jelas akan merusak tanaman kelapa sawit muda, karena biasanya orangutan akan mencabut sampai ke akarnya.

Dan kalau itu terjadi maka orangutan pun akan dianggap sebagai hama yang akan diperlakukan pula sebagai hama yang harus di basmi. Pada saat itu orangutan tidak lagi menjadi satwa yang dilindungi, tetapi harus dilenyapkan.

Upaya penyelamatan orangutan akan semakin sulit karena jumlah hutan di Kalimantan yang semakin menciut dan juga tak bisa sembarang hutan bisa dijadikan tempat untuk melepasliarkan orangutan. Hutan tersebut harus dilihat statusnya terlebih dahulu, percuma saja kalau melepasliarkan orangutan di hutan yang statusnya bisa dialihkan menjadi perkebunan atau lainnya. Bisa dipastikan orangutan akan tergusur lagi habitatnya kalau kemudian hutan tersebut berubah status.

Jika pun ada hutan lindung atau suaka margasatwa harus dilihat apakah tumbuhan dan ekosistemnya cocok untuk orangutan? Apakah kesedian pangan cukup untuk orangutan di sana? Kalau hendak dilepas di hutan konservasi harus dilihat seberapa luas hutannya dan seberapa banyak orangutan yang sudah ada di sana?