Studi Baru Mengungkap Dampak Lampu Jalan terhadap Populasi Ngengat

By Eric Taher, Sabtu, 28 Agustus 2021 | 18:00 WIB
Ulat-ulat ngengat yang dikumpulkan Boyes untuk penelitian ini. (Douglas Boyes/BBC)

Nationalgeographic.co.id - Di masa kini, rasanya asing apabila malam yang gelap tidak ditemani oleh lampu. Sejak penemuannya sekitar dua ratus tahun lalu, lampu memiliki peranan yang signifikan dalam membantu aktivitas manusia setelah matahari terbenam. Meskipun keberadaannya sangat membantu manusia, lampu mempunyai implikasi yang cukup mengkhawatirkan bagi alam liar. Mereka dapat mengganggu siklus tidur hewan, mengacaukan navigasi burung, dan mendisrupsi metabolisme tumbuhan.

Dampak ini terbukti kembali dalam sebuah studi anyar terhadap lampu jalanan di Inggris. Dalam penelitian ini, tim entomolog yang dipimpin Douglas H. Boyes menilik bagaimana penerangan di kala malam memberi dampak signifikan terhadap satwa liar, khususnya serangga seperti ngengat. Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Science pada 25 Agustus 2021.

"Meskipun terdapat bukti kuat bahwa lampu memiliki dampak signifikan pada perilaku serangga, hanya sedikit penelitian yang mengupas bagaimana efek lampu terhadap populasinya," tulis Boyes dalam laporannya. Boyes merupakan ekolog dan entomolog yang bekerja untuk UK Centre for Ecology & Hydrology.

Baca Juga: Sebening Kristal, Banyak Cara Kupu-Kupu dan Ngengat Menjadi Transparan

Dalam penelitiannya, Boyes dan rekan-rekannya melakukan penelitian selama tiga tahun. Seperti dilansir dari The Conversation, mereka melakukan pengumpulan sampel ulat ngengat dari 28 titik lokasi, baik titik yang diterangi lampu maupun yang tidak. Bagian yang diterangi lampu kemudian dibagi lagi ke dua macam, yakni jalan yang diterangi lampu uap natrium berwarna kuning dan lampu LED yang berwarna putih.

Perbandingan lampu uap natrium yang berwarna kuning (kiri) dan lampu LED yang berwarna putih (kanan). Meskipun terlihat remeh, mereka memiliki dampak signifikan terhadap populasi ngengat di sekitarnya. (Douglas Boyes)

Adapun titik-titik lokasi tersebut juga dibagi berdasarkan rupa tanaman pembatas jalannya, yakni pagar semak (13 titik) dan rumput (15 titik). "Pembedaan habitat ini penting, karena baik rerumputan maupun pagar semak menjadi rumah bagi kelompok ulat yang berbeda," tulis Boyes di The Conversation.

Pengumpulan sampel dilakukan dengan menyodok-nyodok semak dan menyibak rumput untuk mengeluarkan ulat ngengat. Dengan metode tersebut, para peneliti berhasil mengumpulkan lebih dari 2.000 ulat untuk proses analisis.

Baca Juga: Yarchagumba, Jamur Ulat yang Terancam Punah Akibat Perubahan Iklim

Hasilnya, mereka menemukan adanya penurunan signifikan dari jumlah ngengat di lokasi yang diterangi lampu. Terdapat penurunan sebesar 47 persen di wilayah semak, dan 33 persen di wilayah rerumputan.

"Kami cukup kaget dengan hasil ini," ujar Boyes kepada Agence France-Presse (AFP). Ia mengungkap bahwa ia hanya menaksir penurunan sebesar 10% saja.

"Kami rasa fenomena ini disebabkan karena lampu-lampu mencegah [ngengat] betina untuk bertelur," tulis Boyes di The Conversation. Boyes menambahkan, bahwa ngengat beradaptasi untuk bertelur di waktu malam. Keberadaan lampu seakan menjadi penanda siang, yang mencegah insting mereka untuk bertelur.

Dilihat dari jenis lampu, penurunan yang lebih drastis terjadi pada jalanan yang diterangi lampu LED. Di jalanan yang diterangi lampu LED, terdapat penurunan drastis di habitat semak (52 persen) maupun rumput (43 persen). Angka ini lebih tinggi dibandingkan penurunan di jalanan yang diterangi lampu natrium, yang melihat penurunan sebesar 41 persen di semak dan 24 persen di rumput.