"Kalau suksesi buatan atau penanaman tidak dilakukan, kawasan pasang surut hanya akan jadi padang rumput biasa. Memang, jika dibiarkan lama-lama pohon mangrove secara alami akan tumbuh, tapi pertumbuhannya lambat," kata Rendra Regen Rais, salah satu anggota Kominitas Mangrove Bengkulu.
Empat bulan sudah anggota komunitas itu menanam mangrove. Tanaman mangrove yang ditanam di Pondok Besi sudah mulai tumbuh, dan diharapkan yang ditanam di TWA Pantai Panjang belum lama ini dapat tumbuh. Jika ada tanaman yang mati, anggota kelompok akan menggantinya dengan tanaman baru.
Ricky menyatakan, Komunitas Mangrove Bengkulu tidak hanya menanam saja melainkan juga akan merawat tanaman itu sesuai blok yang menjadi tanggung jawabnya.
Di Bengkulu, selain di TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai di Kota Bengkulu, areal mangrove yang luas ada juga di Taman Buru Bukit Nanu'a di Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara. Di luar itu, ada juga di Cagar Alam (CA) Pasar Ngalam, Seluma, Talo di Kabupaten Seluma, TWA Air Hitam dan CA Mukomuko di Kabupaten Mukomuko, serta CA Air Rami di Kabupaten Bengkulu Utara.
Untuk memperluas cakupan kegiatan penanaman mangrove, komunitas juga akan merekrut sukarelawan dari kelompok pencinta alam di sekolah-sekolah dan pihak-pihak lain baik perorangan maupun institusi yang peduli mangrove.
Keberadaan Komunitas Mangrove memang baru seumur jagung. Namun, kegiatan penanaman mangrove yang dilakukannya sejauh ini sudah menunjukkan komitmen kuat terhadap konservasi mangrove.
Bagi para anggota komunitas, menanami kembali mangrove bukan hanya untuk menyelamatkan ekologi semata, tetapi juga ekonomi masyarakat sekitar Pantai Panjang. Selama ini, hutan mangrove Pantai Panjang menjadi lokasi masyarakat mencari kepiting, kerang, udang, dan ikan untuk dijual.
Rusaknya mangrove akan mengakibatkan persediaan ikan menurun sebab kawasan mangrove menjadi daerah pemijahan ikan. Selain itu, rusaknya mangrove juga bisa berakibat pada menghilangnya sejumlah satwa seperti burung dara laut, burung betet, cekakak, kuntul, elang laut, berang-berang, dan kucing hutan.
Mugiharto pernah menghitung bahwa nilai ekonomi total dari mangrove pada kawasan seluas 100 hektare di TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai saja bisa mencapai Rp 6,4 miliar atau Rp 64 juta per hektare. Sungguh nilai ekonomi yang tidak sedikit.
Selain itu, mangrove yang rapat juga dapat mengurangi abrasi dan menekan dampak dari bencana tsunami. Oleh karena itulah, penyelamatan mangrove di TWA Pantai Panjang menjadi sesuatu yang penting artinya.