Tahun 2000-an, burung endemis Bali ini sempat diributkan berbagai kalangan. Sebab, populasinya merosot dan bisa dihitung dengan jari di habitat aslinya, TN Bali Barat.
Di luar negeri, seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang, curik bali sukses dibiakkan dan dikomersialkan. Di dalam negeri, penghobi burung di Bandung, Surabaya, dan Bali pun mampu. Harga burung ini dalam kondisi ”jadi” bisa Rp 25 juta per ekor.
Temuan pertama curik bali dilaporkan penemunya, yakni Baron Stressmann, ahli burung berkebangsaan Inggris, 24 Maret 1911. Kini di Penida, si curik tinggal di lubang pohon kelapa yang ditinggalkan tupai. Siulan dan keindahan bulunya turut melukis alam Nusa Penida.