Nationalgeographic.co.id - Bukanlah barang baru mengetahui bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang harus dijaga tetap lestari. Bahkan UNEP menempatkan Indonesia sebagai satu dari 17 negara yang memiliki megabiodiversity di dunia, termasuk memiliki beberapa spesies langka di dunia dan dilindungi.
Peneliti Institute of Sustainable Earth and Resources Universitas Indonesia Mochammad Indrawan memaparkan, bahwa keanekaragaman hayati di Indonesia memiliki manfaat bagi manusia. Bila sebagian keanekaragaman hayati hilang, ada ancaman yang menghantui manusia.
"Kita [sedang] berhadapan dengan COVID-19, di belakang COVID-19 ada resesi," ujar Indrawan dalam pelatihan daring Milenial Kekinian, Mengintip Peluang Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Indonesia yang diadakan Yayasan KEHATI dan Biodiversity Warriors, Jumat (27 Agustus 2021).
"Di belakangnya lagi ada yang lebih dahsyat lagi climate change, kita sudah merah. Belakangnya lagi ada biodiversity collapse. Dan kalau sudah kolaps, sumber daya terbatas, air jadi sulit, tempat hidup jadi sulit, pasti akan ada war (perang), itu yang kita hadapi."
Baca Juga: Mengenal Keragaman Flora dan Fauna Endemik Danau Poso dan Sekitarnya
Belum lagi dampak lingkungan yang masih dibutuhkan, dapat berpengaruh secara ekonomi yang berisiko menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat yang bergantung padanya, tambahnya.
Jika keanekaragaman sudah rusak, upaya mengembalikannya di masa kini bukanlah hal yang bisa selesai dalam jangka waktu cepat. Perlu ada upaya merestorasi ekosistem, yang tentunya dapat dipelajari, dan bisa menggunakan teknologi masa kini yang sudah berkembang.
"Jangan lupa, kita juga bisa belajar dari masyarakat adat. Karena mereka sangat memiliki pengetahuan itu," tambahnya.
Kelompok adat memiliki etika konservasi dan pengelolaan praktis. Sehingga dukungan dan keterlibatan masyarakat adat maupun setempat merupakan hal penting dalam usaha pelestarian.
Usaha seperti ini juga hendaklah melibatkan relawan kalangan muda, yang mau rela mengorbankan waktunya demi kepentingan banyak orang, dan memerlukan pemahaman penting.
Baca Juga: Pusparagam Cycloop: Memuliakan Perempuan dengan Hutan Perempuan
Indrawan menjelaskan ada lima hal yang dibutuhkan untuk menjaga keanekaragaman hayati, yang sekaligus mengembangkan kearifan lokal.
Pertama, kelompok petani harus terus dapat bercocok tanam pada lahan hutan negara. Dengan melibatkan petani, tentunya dapat memberikan timbal balik terhadap pengelolaan pelestarian hutan, dan perlindungan jasa-jasa lingkungan.
Kedua, memberikan permohonan ijin pada desa supaya dapat mengelola kawasan hutan di sekitarnya. Masyarakat desa juga patut berfokus pada pengelolaan kelestarian, dan menerapkan praktik pengelolaan secara adat.
Ketiga, mendorong masyarakat untuk mengembangkan perkebunan kayu di kawasan hutan. Cara ini bisa memberikan pasokan kayu berkelanjutan pada kebutuhan.
Keempat, mewajibkan pemegang konsesi seperti BUMN dan swasta agar memberikan hak akses bagi masyarakat setempat. Dengan bermitra, masyarakat lokal bisa berhak untuk memanen hasil hutan non-kayu, dan perusahaan pada hasil hutan kayu.
Terakhir, perlunya pengakuan atas keberadaan hutan adat yang harus dikelola pihak adat itu sendiri.
Baca Juga: Masyarakat Adat, Upaya Melindungi Lingkungan Sebagai Warisan Leluhur
Kelima cara ini sedang digadangkan lewat Program Kampung Iklim (ProKlim) oleh KLHK. Program ini menawarkan partisipasi pemuda dari beragam keilmuan dan kemampuannya agar bisa saling berkolaborasi, seperti disiplin biologi, farmasi, antropologi, ekonomi, hingga hukum.
"Kolaborasi kalau di ProKlim itu ada Dinas Lingkungan Hidup," terang Indrawan mengajak anak muda untuk menjadi relawan menjaga keankearagaman hayati.
"Jadi pergi saja ke Dinas Lingkungan Hidup, ProKlim desa mana, [lalu] pergi ke desanya. [Cari] Apa yang bisa dibantu, mau bantu taman apotek hidup kek, mau bikin biogas kek. Terserah saja. Ada begitu banyak kesempatannya."