Asmat yang Damai dan Teduh

By , Minggu, 10 November 2013 | 22:00 WIB

Ukiran mempunyai peran penting dalam kehidupan orang Asmat. Ukiran hadir pada tifa, tameng, perahu, bahkan dayung. Awalnya, ukiran Asmat dibuat untuk mengenang dan menghadirkan roh leluhur. Seiring perkembangan zaman, tema ukiran berkembang. Sekarang ini banyak ukiran dibuat untuk melukiskan kehidupan sehari-hari.

Sama seperti ukiran, perahu juga mempunyai peran penting dalam kehidupan orang Asmat yang tinggal di sepanjang aliran sungai. Selain sebagai alat transportasi, perahu dari satu batang pohon berukuran besar juga digunakan untuk berburu dan berperang. Bahkan, sejumlah orang menganggap perahu Asmat adalah 'jew' (rumah adat warga Asmat) berjalan. Aspek gotong royong dalam perahulah yang membuatnya disebut demikian.

Untuk membuat perahu dibutuhkan sedikitnya lima orang. Di Distrik Sawa Erma, Asmat, kami melihat setiap orang mempunyai peranan masing-masing dalam proses pembuatan perahu. Ada yang berperan sebagai pembuat cekungan di batang pohon, menghaluskan, dan juga membuat ukirannya. Saat perahu digunakan, lima hingga enam warga mendayung bersama. Nilai kebersamaan tergambar dari perahu tradisional Asmat.

Bagi sejumlah warga, saat ini kebersamaan dan gotong royong semakin luntur dengan banyaknya bantuan perahu fiber bermesin dari pemerintah. Semangat mendayung bersama mulai digantikan dengan uang bensin. Warga menyebut pengguna perahu fiber dengan ”pantat fiber”. Ya, karena mereka tinggal duduk dan menarik gas, bukan berdiri dan mendayung bersama.

Asmat memang berhadapan dengan perubahan zaman dan gaya hidup. Semoga keteduhan dan keguyuban warga tidak berubah.