Safari modern biasanya dilakukan dengan rutinitas sebagai berikut: menempuh perjalanan udara, tiba di lokasi, berkeliling bersama jip, memotret lima binatang utama, menikmati Matahari terbenam, terbang pulang ke tempat asal.
Namun perjalanan safari yang menakjubkan lebih dari sekadar mengoleksi satu album penuh foto gajah. Kamp atau perkemahan berikut memberikan definisi baru, pengalaman baru, menguak dan menyajikan bentang-bentang alam yang sebelumnya tak terjamah dan terlihat, memperbaiki upaya pelestarian, memberikan interaksi budaya yang lebih berarti dan pada akhirnya, menjadikan seluruh perjalanan ini menjadi lebih menarik. Bersepeda gunung bersama rusa wildebeest, siapa mau?
DESTINASI ANTAH BERANTAH Sebagian besar wisatawan mengerumuni taman berburu dan kamp populer seperti Maasai Mara di Kenya dan Ngorongoro Crater di Tanzania. Belakangan, pengelola perjalanan safari yang inovatif membangun dan menempa lahan-lahan “perburuan” baru, dan bersamaan dengan itu melindungi populasi satwa liar di area-area yang sebelumnya terancam kepunahan.
Di garis depan adalah Lukula Selous di Tanzania Selatan, kamp non-perburuan yang terletak di zona khusus untuk berburu (ya, berburu dengan menembak masih dianggap praktek legal dan menguntungkan di Tanzania). Kamp ini membayar dalam jumlah besar kepada pemerintah Tanzania yang biasanya didapat dari izin untuk melakukan perburuan di area ini.
Sebagai hasilnya, delapan tamu kamp ini memiliki eksklusivitas untuk menjelajah lahan seluas lebih dari 300.000 hektare yang terdiri dari tepi sungai berawa, hutan tepi sungai dan sabana (padang rumput) dengan populasi satwa liar lokal yang meningkat. Proyek atau kamp ini tetap mempertahankan aspek pengalaman dan atmosfer berburu—tamu melompat dari jip untuk berjalan melacak dan berlari mengejar binatang, mengarungi sungai dan mendaki punggung bukit untuk mengamati kawanan lembu—namun, jenis “penembakan” yang legal dilakukan di sini hanyalah menggunakan kamera.
Kelompok pengelola kamp lain menjalin kerja sama dengan mantan pemilik peternakan dan pertanian untuk membuka lahan wisata safari. Mulai beroperasi pada awal 1990-an, pondokan seperti Ol Donyo Wuas di Kenya melakukan mekanisme pengelolaan ini, bekerja sama dan menandatangani perjanjian dengan komunitas Maasai menyewa lahan bekas peternakan untuk konservasi. Secara kolektif, upaya ini membantu meredam penggembalaan yang merusak, membuka kembali rute migrasi rusa wildebeest, serta memberikan kompensasi kepada keluarga-keluarga suku Maasai di wilayah rural untuk tanah dan binatang ternak yang hilang karena serangan binatang liar.
Sebuah proyek serupa di Namibia, tepatnya Wolwedans, memadukan sembilan peternakan domba menjadi sebuah suaka satwa liar di gurun Namib. Beberapa suaka lainnya—Phinda di Afrika Selatan dan Matetsi di Zimbabwe—mengenyam kesuksesan serupa, memastikan terlindung dan lestarinya lahan dalam jumlah besar serta binatang-binatang yang menghuni di dalamnya.
KETERIKATAN ANTARMANUSIA Interaksi yang lazim terjadi: wisatawan berfoto bersama masyarakat lokal (suku asli yang mengenakan kostum seremonial) dengan ekspresi canggung, atau menghabiskan sore hari mendermakan mainan kepada anak-anak sekolah. Namun operator safari seperti Uncharted Afrika di Botswana, membina interaksi dengan masyarakat lokal secara lebih bermakna.
Planet Baobab, kamp unik di gurun milik operator ini, menawarkan kunjungan ke desa-desa sekitar dengan jadwal cukup padat. Kedatangan para tamu diawali “sambutan” binatang pemakan semut abu-abu raksasa, dan diakhiri suasana suka cita di bar yang diterangi lampu gantung dari botol bir. Pemandu lokal memperkenalkan para tamu atau wisatawan kepada para pelajar sekolah dasar Gweta, para manula di taman dan seorang tabib tradisional. Dan, bir sorgum lokal, minuman kental dan kaya cita rasa ini seakan membuat Guinness tak ada artinya, dan selalu efektif untuk mencairkan suasana.
Bagi mereka yang berminat berinteraksi lebih jauh, dapat mengikuti inisiasi perburuan delapan malam Ju/’hoansi Bushmen. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Uncharted Africa dan pemimpin komunitas yang bertujuan untuk mengintegrasikan atau mengikutsertakan wisatawan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak ke dalam ritual dan tradisi perburuan rusa eland. “Kegiatan ini bukan hanya pengenalan budaya, tetapi melibatkan interaksi yang sangat personal,” ujar Ralph Bousfield, salah satu pendiri perusahaan ini. “Para tamu mengeksplorasi persamaan, bukan perbedaan, dari kebudayaan-kebudayaan yang ada.”
UPAYA NYATA PELESTARIAN Banyak di antara wisatawan yang datang, terkejut oleh kondisi alam liar Afrika yang terancam punah, dan ingin berbuat lebih dari sekadar berkontribusi dalam bentuk uang. Kini mereka bisa melakukannya. Di tempat seperti Campi ya Kanzi di Kenya, para tamu dapat bergabung bersama pemandu selama satu hari atau mendaftarkan diri sebagai sukarelawan selama satu minggu, merekam lokasi penampakan singa melalui GPS, mengamati pergerakan kawanan singa dan merangkum datanya.
“Anda mendapatkan pengetahuan secara langsung cara melindungi alam liar,” ujar Luca Belpietro, pendiri kamp ini. Simba Project, program yang memberikan kompensasi kepada suku Maasai untuk setiap hewan ternak yang dibantai singa, sukses membantu meningkatkan populasi singa tiga kali lipat selama tiga tahun terakhir.
Kamp Sabi-Sabi di Afrika Selatan mengakomodasi kebutuhan anak-anak untuk beraksi dengan program jagawana muda, Junior Rangers, mengajarkan anak-anak untuk menghargai alam liar, semak belukar, membaca peta kawasan ini, dan melacak binatang. Sementara itu, wisatawan dewasa bisa membantu pelestari alam liar kondang Wim Vorster melacak dubuk cokelat, yang merupakan bagian dari lokakarya empat hari mengenai predator yang diselenggarakan kamp ini.