Konon, ondel-ondel telah ada sebelum Islam tersebar di Jawa. Para ahli memperkirakan ondel-ondel ada di Jakarta sejak berabad lalu. Seorang pedagang asal Inggris, W. Scot, mencatat dalam bukunya jenis boneka seperti ondel-ondel sudah ada tahun 1605. Dahulu, fungsinya sebagai penolak bala atau semacam azimat.
Ondel-ondel dijadikan personifikasi leluhur penjaga kampung yang tujuannya untuk mengusir roh-roh halus yang bergentayangan mengganggu manusia. Oleh karena itu tidak heran kalau wujud ondel-ondel pada saat itu menyeramkan.
Lantas ondel-ondel mulai dibuat untuk keperluan upacara. Bentuknya yang raksasa dianggap memiliki kekuatan gaib. “Dulu dipercayai ondel-ondel itu ada ‘isinya’. Dulu juga disebutnya bukan ondel-ondel, tapi barongan,” Ocol memberitahu saya.
Turun-temurun kisah kekuatan gaib ondel-ondel ini diwariskan. Sebab mitos inilah, orang Betawi jadi mengantepi bahwa kekuatan ondel-ondel akan menjaga keselamatan kampung beserta isinya dari roh jahat. Upacara bersih desa atau sedekah bumi selalu menampilkan ondel-ondel.
Sekarang, ondel-ondel sudah berubah memakai topeng atau kedok, dan wujudnya pun sudah tidak menyeramkan lagi. Ondel-ondel dimunculkan untuk berbagai acara. Saat mengarak pengantin khitan, perkawinan, peresmian, pawai, dan sebagainya. Gambar foto dari sejarawan Rushdy Hoesein yang dilansir dari milis Historia Indonesia membuktikan hal itu: pergeseran fungsi seiring perjalanan waktu.
Dikemukakan pula bahwa begitu masa Ali Sadikin menjabat Gubernur DKI Jakarta (1966-1977), ondel-ondel menjelma seni pertunjukkan rakyat yang menghibur. Biasanya disajikan dalam acara hajatan rakyat Betawi, penyambutan tamu kehormatan, dan penyemarak pesta rakyat.