Shinigami, Dewa Kematian dalam Cerita Rakyat dan Budaya Pop Jepang

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 4 September 2021 | 14:00 WIB
Ilustrasi Shinigami. (Liger-Inuzuka/Devian Art)

Nationalgeographic.co.idShinigami adalah dewa kematian atau roh kematian Jepang. Makhluk gaib ini mirip dengan Grim Reaper yang berjuluk Malaikat Maut dalam banyak hal, tetapi sebenarnya agak kurang menakutkan ketimbang Grim Reaper.

Shinigami juga tidak ada dalam cerita rakyat tradisional Jepang dan baru muncul belakangan. "Shinigami" adalah gabungan dari kata Jepang "shi", yang berarti kematian, dan "kami", yang berarti dewa atau roh.

Meskipun mitos Jepang telah lama diisi dengan berbagai jenis "kami" sebagai roh alam, Shinigami baru masuk cerita rakyat Jepang sekitar abad ke-18 atau ke-19. Shinigami bahkan bukan kata dalam sastra Jepang klasik.

Contoh pertama yang diketahui dari istilah ini muncul di Periode Edo. Dilansir Ancient Origins, saat itu kata Shinigami digunakan dalam jenis teater boneka dan sastra Jepang terkait roh jahat orang mati, roh yang merasuki orang hidup, dan bunuh diri ganda.

Sekitar waktu itulah ide-ide dari Barat, khususnya ide-ide Kristen, mulai berinteraksi dan bercampur dengan kepercayaan tradisional Shinto, Buddha, dan Tao. Shinto dan mitologi Jepang sudah memiliki dewi kematian bernama Izanami, misalnya. Dan agama Buddha memiliki setan bernama Mrtyu-mara yang menghasut orang untuk mati juga. Namun begitu budaya Jepang bertemu dengan budaya Barat dan gagasan tentang Malaikat Maut, dewa kematian yang sama sekali baru kemudian muncul dan itulah yang dinamakan Shinigami.

Baca Juga: Sokushinbutsu, Kisah Para Biksu Yang Mengubah Dirinya Menjadi Mumi

Karakter Shinigami dalam cerita Ehon Hyaku Monogatari. (Shunsensai Takehara/Public Domain)

Shinigami memang mirip dengan Grim Reaper, tetapi mereka tidak sepenuhnya sama. Ada beberapa perbedaan penting di antara keduanya.

Dalam kepercayaan Barat, Grim Reaper dianggap sebagai makhluk yang menakutkan dan merupakan personifikasi dari kematian itu sendiri. Dalam cerita rakyat Jepang, di sisi lain, kematian dipandang kurang sebagai individu, dan lebih sebagai bagian dari siklus alami kehidupan. Dengan demikian, Shinigami dianggap sebagai agen yang memfasilitasi kelancaran siklus ini.

Perbedaan lainnya dengan Grim Reaper yang dapat digambarkan sebagai "pemanen jiwa", Shinigami hanya memastikan bahwa orang-orang mati pada waktu yang ditentukan dan kemudian mengantar jiwa mereka ke alam baka. Shinigami bahkan bisa dikatakan kurang menakutkan daripada Grim Reaper karena mereka dengan sopan mengundang orang ke dalam kematian daripada merayap di atas mereka dan menyeret mereka ke alam baka, atau menggunakan cara yang lebih agresif untuk mengambil jiwa mereka.

Perbedaan lainnya lagi, Grim Reaper digambarkan sebagai makhluk tunggal dan secara tradisional digambarkan sebagai kerangka yang mengenakan jubah hitam dan membawa sabit. Sementara Shinigami diyakini berjumlah banyak yang biasanya bekerja berpasangan dengan penampilan yang tidak diketahui.

Baca Juga: Apakah Manga dan Anime Dapat Membentuk Dunia Melihat Jepang?