Bitcoin, Aman atau Rentan?

By , Selasa, 21 Januari 2014 | 08:05 WIB

3 Januari 2009, Satoshi Nakamoto meluncurkan 31.000 baris kode pemrograman dan mengumumkan lewat internet mata uang buatannya, yang disebut Bitcoin. 

Kehadiran awal Bitcoin juga ditandai oleh 50 Bitcoin pertama di dunia yang dihasilkan melalui sistem tersebut, yang kemudian hari dikenal dengan sebutan "Genesis Block".

Siapakah Satoshi Nakamoto sebenarnya? Salah satu teori yang cukup banyak diterima adalah bahwa Satoshi Nakamoto sebenarnya mewakili sebuah tim. Bitcoin disebut memiliki rancangan yang sangat baik sehingga tampaknya tak mungkin dibuat oleh satu orang saja.

Tampaknya, hal itu jadi pertanyaan yang tak perlu diburu jawabannya. Hal yang lebih penting adalah melihat hasil karyanya, dan bagaimana pengaruhnya saat ini.

Diakui atau tidak, demam Bitcoin sedang melanda masyarakat dunia. Cryptocurrency yang bersifat terdesentralisasi dan tidak diatur atau dijamin oleh otoritas pusat ini ramai digunakan untuk bertransaksi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Meski memiliki sejumlah kelebihan dibanding mata uang konvensional, Bitcoin bukannya tidak memiliki risiko. Ada beberapa ancaman yang mengintai para pengguna uang virtual ini. Salah satunya berkaitan dengan persoalan penyimpanan Bitcoin.

Untuk bisa membelanjakan Bitcoin, pemilik membutuhkan baris kode khusus bernama "private key". Baris kode ini disimpan di dalam wallet atau dompet digital. Ketika akan dipakai, barulah pemilik mengakses kode tersebut dan menggunakannya untuk transaksi.

Private key bisa disimpan secara lokal di komputer maupun dicetak dengan printer. Persoalan muncul karena baris kode ini bisa dicuri atau hilang. Apabila itu terjadi, maka semua Bitcoin yang terasosiasi dengan private key bersangkutan akan raib selamanya dari tangan pemilik. Kasus seperti ini terjadi dalam beberapa bulan terakhir. 

Private key yang disimpan dalam "Cold Storage" (komputer atau media penyimpanan yang tak terkoneksi ke internet) pun memiliki kerentanan tersendiri. Seorang pria bernama James Howells menyimpan 7.500 Bitcoin dalam wallet di dalam hard disk komputernya. Ketika hard disk tersebut hilang, Howells terpaksa merelakan uang virtual senilai jutaan dollar tersebut.

Untuk mengurangi risiko itu, CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan sedikit berbagi tips. Pengelola salah satu bursa Bitcoin terbesar di Indonesia ini mengungkapkan bahwa dia membikin print-out dompet Bitcoin dalam bentuk tercetak. "Lalu, agar aman, cetakan tersebut kami simpan dalam safety deposit box," kata Oscar yang ditemui di Jakarta, Sabtu (18/1) kemarin.

Untuk melindungi wallet online, password yang kuat bisa digunakan. Dapat pula ditambahi layanan autentikasi dua faktor macam Google Authenticator yang seringkali ditawarkan oleh dompet berbasis web. Backup wallet juga diperlukan untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan server bermasalah atau computer atau hard disk rusak.

Risiko finansial

Risiko lain terkait Bitcoin adalah nilai mata uang ini sendiri yang terkenal sangat fluktuatif. Pada awal Januari 2013, misalnya, Bitcoin dihargai US$13 per keping (1 BTC). Angka itu meroket ke lebih dari US$1.100 per keping pada Desember tahun yang sama, lalu terpangkas menjadi hanya setengahnya hanya dalam beberapa jam setelah pelarangan transaksi Bitcoin di Cina.

Ini membuat nilai Bitcoin yang dimiliki menjadi tidak stabil dan menjadi masalah sendiri bagi pelaku bisnis yang memakai mata uang virtual tersebut. Harga barang dan nilai uang yang dibayarkan bisa naik atau turun dengan tajam dalam waktu sangat singkat sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak yang terlibat dalam jual-beli. 

Tiyo Triyanto dari IBC mengatakan bahwa salah satu cara mengatasi fluktuasi harga adalah dengan memakai penyedia jasa layanan finansial Bitcoin semacam Artabit. "Pembeli, misalnya, membayar harga barang yang telah ditentukan dalam bentuk Bitcoin kepada Artabit, sisanya ditangani oleh mereka sehingga resiko bukan berada di tangan pengguna."

Dengan asumsi tidak terjadi fluktuasi berlebihan, Bitcoin menawarkan keuntungan tersendiri untuk bisnis yang memasarkan produk secara online karena hampir tak ada biaya transaksi untuk pembeli dan penjual. Begitupun untuk keperluan transfer uang yang dibuat mudah dan murah dibandingkan mata uang konvensional.

Seperti mata uang atau komoditas lain, penimbunan juga terjadi dengan Bitcoin. Di India dan Cina, misalnya, angka permintaan Bitcoin terbesar disinyalir berasal dari spekulan yang mencari untung. Tak menutup kemungkinan bahwa harga Bitcoin bisa crash apabila sejumlah besar koin virtual tersebut dilepas dalam satu waktu, terlebih dengan kondisi Bitcoin saat ini yang banyak disebut sedang mengalami bubbleKurang paham

Risiko lain yang tak kalah penting datang dari kalangan pengguna sendiri, yaitu kurangnya pemahaman mengenai sifat dan cara kerja cryptocurrency ini. 

Oscar mengatakan bahwa dia menangkap gejala adanya orang yang nekat berinvestasi di Bitcoin tanpa didukung pengetahuan memadai. "Kami mendapat permintaan beli sejumlah Bitcoin, tapi setelah itu pembelinya mengontak dan baru bertanya apa itu Bitcoin," jelas Oscar. Dalam kasus tersebut, dia menerangkan bahwa pihaknya biasanya menolak transaksi agar tak disebut "menawarkan jalan pintas menjadi kaya".

Banyak yang mengalami kerugian karena menanam modal di Bitcoin walau sebenarnya tak memahami mata uang tersebut. "Mereka tak tahu kapan harus beli, jual, dan sebagainya. Sebelum investasi, memang mutlak mengetahui seluk-beluk investasi tersebut," kata Oscar lagi.

Bitcoin memang bisa diperoleh melalui "penambangan". Tapi cara tersebut terbilang sangat lamban menghasilkan Bitcoin bagi kebanyakan pengguna biasa. Mereka yang ingin cepat memperoleh Bitcoin bisa langsung membeli lewat exchange sesuai kurs yang berlaku, namun ini berisiko tinggi mengingat fluktuasi nilai yang bisa sangat ekstrem.

Agar lebih aman, ia menyarankan investor pemula Bitcoin agar memakai uang yang memang sudah disiapkan agar expendable.

Bitcoin sendiri bukan satu-satunya cryptocurrency yang beredar di dunia. Saat ini tersedia puluhan mata uang digital sejenis yang popularitas dan nilai masing-masingnya bervariasi. Beberapa nama yang sering disebut antara lain Litecoin, Ripple, Dogecoin, dan Coinye West yang dituntut atas pelanggaran merek dagang oleh artis hip-hop Kanye West.