Birokrasi Lambat, Nasib Satwa Penghuni KBS Dipertaruhkan

By , Kamis, 13 Februari 2014 | 12:32 WIB
()

Keterlambatan birokrasi dalam penyerahan izin pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) sangat merugikan hidup satwa langka.

Sudah hampir tiga minggu berlalu sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerahkan mandat pengelolaan KBS kepada Pemerintah Kota Surabaya, tapi surat resmi dari Kementerian Kehutanan terlambat datang. Dalam jangka waktu tersebut, sudah 3 hewan yang meregang nyawa di KBS, yaitu kijang betina, komodo, dan harimau putih.

Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) menyesalkan sikap pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan yang tidak bersikap responsif dan cepat dalam penyerahan izin pengelolaan KBS ini. Padahal sudah muncul tawaran dari tiga negara (Amerika, Inggris, dan Cina) kepada Wali Kota Surabaya untuk membantu mengelola kebun binatang tersebut.

“Kebun binatang memiliki peran yang sangat strategis dalam penyelamatan keanekaragaman hayati, dan oleh karenanya pengelolaan kebun binatang harus sinergis dengan konsep konservasi keanekaragaman hayati. Dengan membiarkan pengelolaan KBS terbengkalai, maka hal tersebut menunjukkan ketidakseriusan Indonesia dalam penyelamatan keanekaragaman hayati, ” ujar Direktur Program Yayasan KEHATI Arnold Sitompul dalam pernyataan persnya, Kamis (13/2).

Aksi keprihatinan digalang di depan KBS oleh komunitas seniman dan masyarakat. (Foto: Mongabay Indonesia/Petrus Risky)

Polemik ini justru meninggalkan penderitaan pada satwa-satwa yang menghuni KBS. Data dari media massa, disebutkan bahwa pada tahun 2011 hingga bulan September ada sekitar 245 ekor satwa yang mati, lalu di tahun 2010 mencapai 269 ekor, sedangkan di tahun 2009 sebanyak 319 ekor satwa mati, sementara di tahun 2008 sebanyak 364 ekor yang meregang nyawa di KBS.

Kemudian dikabarkan pula pada Januari hingga September 2012 sudah ada 130 satwa yang mati, dan jumlahnya cenderung meningkat di bulan-bulan berikutnya. Konflik internal dan bobroknya sistem pengelolaan di KBS terus menelan korban satwa – dalam kurun Oktober - Desember 2013 lalu sudah ada 30 satwa yang mati.

Lalu publik kembali dihebohkan dengan kematian singa jantan asal Afrika yang baru berumur 1,5 tahun pada awal Januari 2014. (Baca di sini)

Sontak berita kematian yang dianggap janggal ini kembali menggugah para pecinta satwa untuk mendorong pengelola KBS untuk berbuat lebih baik. Hingga pada akhirnya Pemerintah Kota Surabaya melalui walikotanya, Tri Rismaharini mendapatkan mandat dari Presiden untuk mengelola kebun binatang yang usianya sudah hampir 100 tahun itu. Namun, lagi-lagi birokrasi membuat proses menjadi sangat lambat. Hasilnya beberapa satwa lain kembali kehilangan nyawanya.

“Kita seharusnya mau bertindak cepat untuk menyelamatkan KBS dengan melakukan restorasi manajemen,” imbuh Arnold.

Persoalan tarik-menarik izin di KBS sudah terjadi sejak lama. Pada 2010 silam, Kementerian Kehutanan pernah mencabut izin pengelolaan KBS karena kondisi memprihatinkan dari kebun binatang yang pernah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara itu. Saat itu, selain pengelolaan kandang yang tidak memadai sehingga mengakibatkan terjangkitnya satwa terhadap penyakit, pengelolaan pakan serta perawatan satwa juga menjadi alasan pencabutan izin.

Fungsi konservasi

Ditegaskan kembali, kebun binatang selain memiliki peranan dalam pendidikan dan penyadartahuan, juga merupakan wadah untuk menyelamatan satwa yang hampir punah untuk dikembalikan ke alam dengan captive breeding program.

Hal ini pernah terjadi misalnya pada saat populasi jalak bali di alam yang hampir punah, kerja sama American Association of Zoological Park and Aquaria (AAZPA) dengan pemerintah Indonesia (Ditjen PHKA, Kemenhut) pernah mengembalikan beberapa pasang burung jalak bali untuk dikembalikan ke alam, dan cukup sukses mengembalikan kondisi populasi alam. Kebun Binatang Surabaya ikut berperan aktif dalam program Bali Starling Project ini.