Itulah yang menjelaskan mengapa sebaran abu vulkanik terbawa hingga jarak 700 km dari mulut Kelud dalam hitungan jam. Sama sekali tak mengherankan.
Ketinggian arah angin yang berbeda-beda turut menentukan arah abu vulkanik akibat letusan Kelud. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi arah angin saat itu bergerak ke segala arah, tidak hanya satu arah.
Pada ketinggian 1.500 meter hingga 3.000 meter, arah angin menuju utara dan timur laut. Lalu, pada ketinggian 5.000 meter berubah ke barat laut. Di antara ketinggian 10.000 meter dan 15.000 meter, angin bergerak ke arah barat dan barat daya, sedangkan di atas 15.000 meter arah angin ke timur.
"Abu vulkanik ke sejumlah arah. Ada juga abu vulkanik yang jatuh ke laut," kata Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Edvin Aldrian. Abu vulkanik yang berulang-ulang keluar, seperti karakter Gunung Sinabung, bisa mengurangi awan hujan.
Sejarah distribusi abu
Sejarah distribusi abu vulkanik akibat erupsi Kelud, seperti tercatat dalam Data Dasar Gunung Api Indonesia (Badan Geologi, Kementerian ESDM, 2011), pernah sampai ke Bandung. Kejadian itu pada 31 Agustus 1951. Saat itu, asap tebal putih keluar dari puncak Kelud disertai suara bergemuruh dan tercatat ada 7 korban jiwa.
Saat erupsi Kelud pada 19 Mei 1919, yang disebut-sebut salah satu erupsi paling dahsyat pada abad ke-20, hujan abu vulkanik terbawa ke timur hingga Pulau Bali. Dentuman erupsi waktu itu tercatat terdengar hingga Kalimantan. Saat itu, Kelud menelan korban 5.160 orang.
Sebelumnya, pada 22-23 Mei 1901, distribusi abu vulkanik dilaporkan mencapai Sukabumi dan Bogor, Jawa Barat. Di Kediri, abu panas turun pada dini hari beserta bau belerang yang sangat menyengat. Tercatat ada korban jiwa, tetapi tidak disebutkan jumlah pastinya.
Semua catatan tersebut tidak terekam dalam ingatan warga di daerah-daerah yang kini terguyur abu vulkanik.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), wilayah barat lebih banyak diguyur hujan abu dan pasir. Di timur, hujan abu mencapai Malang, Surabaya, Banyuwangi, dan Ampenan, Nusa Tenggara Barat.
Hingga kini, BNPB mencatat 3 orang tewas dan 76.388 orang mengungsi. Ketiga korban tewas adalah Mbok Nya (60), warga Ngantang, Kabupaten Malang, karena sesak napas; Sahiri (70), warga Dusun Ngutut, Ngantang, karena tertimpa tembok saat menunggu kendaraan evakuasi; dan Sanusi (80), warga Dusun Plumbang, Ngantang, karena sesak napas saat berlindung di bawah meja.
Ketiga korban tewas tinggal di desa di radius 7 kilometer dari puncak kawah Gunung Kelud. Tebal abu di lokasi korban sampai 20 sentimeter," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.