Ahli desain operasi perawatan pesawat terbang Program Studi Aeronautika dan Astronautika Institut Teknologi Bandung, Hisar Manongam Pasaribu, mengatakan, kedua penunjuk lokasi jatuhnya pesawat bisa saja tidak aktif saat pesawat jatuh dan mengalami tumbukan. Berdasarkan data statistik, 81-83 persen ELT hidup saat terjadi tumbukan. Artinya, ada potensi 17-19 persen ELT tidak aktif walau pesawat jatuh.
"Banyak hal bisa memicu tak aktifnya ELT, bisa jadi karena sengaja dirancang aktif pada benturan sangat tinggi, dayanya habis atau kemungkinan lain yang belum diketahui," katanya. Berbeda dengan ACARS dan transponder, ELT tidak bisa dimatikan.
Jika tidak ada sinyal ELT dan tidak ditemukan serpihan pesawat di sekitar titik kontak terakhir pesawat, kemungkinan besar pesawat memang tidak jatuh di sekitar Laut Cina Selatan.
Kondisi itu diperkuat dengan keterangan Pemerintah Malaysia, Sabtu (15/3), bahwa setelah mendekati perbatasan wilayah udara Malaysia-Vietnam, pesawat berbalik arah menuju barat, menyeberangi Semenanjung Malaya. Kontak pesawat dengan satelit terakhir terdeteksi pada 8 Maret pukul 08.11, sekitar 7 jam setelah pesawat hilang dari pengawasan ATC.