Seiring waktu, banyak negara kemudian meminati pesawat ini untuk kebutuhan militer maupun risetnya.
Pengembangan juga dilakukan seiring dengan kemajuan teknologi penerbangan. Kini, ada banyak jenis pesawat P-3 Orion.
Generasi P-3A mulai digunakan tahun 1962. P-3 Orion generasi ini telah dilengkapi dengan sensor elektronik, terpedo, dan sonobuoy. Operasi dengan P-3A berlangsung selama 8-10 jam.
P-3A Orion bisa memuat 11 kru. Ada 3 pilot, 2 insinyur penerbangan, operator radio, teknisi, empat operator sensor, koordinator taktis, dan navigator.
Pada tahun 1964, Lockeed-Martin kemudian mengembangkan P-3B yang digunakan pertama kali oleh Selandia Baru.
Beberapa pengembangannya antara lain tak adanya injeksi air dan kapasitas untuk menembakkan Bullpup. Pada tipe P-3B, jumlah kru dipangkas. Satu operator sendor dihilangkan.
Pada tahun 1968 kemudian muncul P-3C Orion. Generasi ini telah dilengkapi dengan radar terbaru, low light television (LLTV), dan sistem deteksi inframerah (IRDS).
Pengembangan paling canggih pada P-3C adalah sistem sensor dan taktis yang terintegrasi dengan Univac CP-901 Digital Computer.
Banyak jenis P-3 Orion kemudian muncul karena modifikasi untuk memenuhi kebutuhan masing-masing negara atau lembaga yang menggunakannya.
Contohnya, pesawat WP-3D yang dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) guna memantau cuaca dan badai.
Pesawat milik RAAF yang digunakan untuk melacak puing MH370 sendiri adalah AP-3C Orion, digunakan sejak tahun 2002.
Sebagai pesawat yang telah puluhan tahun "mengabdi", P-3 Orion telah memenuhi kebutuhan banyak negara di banyak misi.
Tahun 1990 misalnya, saat perang Irak, Amerika Serikat menggunakan pesawat ini untuk melacak kapal Irak yang menyeberang dari Basra dan Umm Qasar.
P-3 Orion juga digunakan dalam pemantauan selama serangan Amerika Serikat ke Libya. Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga menggunakan pesawat ini untuk riset.
Pencarian MH370 dengan AP-3C Orion memakan biaya yang tak sedikit. Satu jam operasi, biayanya mencapai Rp 1 triliun rupiah, 10-15 kali lipat lebih tinggi dari pesawat tebar garam.
Secanggih apapun P-3 Orion, ada saatnya perannya bakal tergantikan. US Navy pada tahun 2019 akan mengganti P-3 Orion yang dimilikinya dengan Poseidon 8 produksi Boeing.
Sementara di militer Amerika Serikat perannya bakal tergeser, tak berarti harus mengucapkan selamat tinggal pada pesawat hebat ini. Banyak bangsa masih menggunakannya.