Studi Terbaru Ungkap Ukuran Planet Jadi Alasan Mars Tidak Layak Huni

By Maria Gabrielle, Rabu, 22 September 2021 | 09:00 WIB
Ilustrasi Planet Mars empat miliar tahun lalu. (M. Kornmesser / ESO)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru menunjukkan bahwa planet Mars mungkin terlalu kecil untuk menampung air dalam jumlah yang besar. Para ilmuwan telah menemukan bukti adanya air dalam sejarah awal planet tersebut. Namun, saat ini tidak ditemukan keberadaannya di permukaan planet Mars.

Bagi setiap mahkluk hidup di Bumi, air sendiri merupakan elemen penting. Dilansir dari The National News, para peneliti telah menduga sejumlah penjelasan mengapa tidak adanya lagi air di Mars. Termasuk karena melemahnya medan magnet yang dapat mengakibatkan penipisan atmosfer.

Namun, studi baru ini menawarkan alasan yang lebih mendasar mengapa Mars saat ini sangat berbeda dengan Bumi. Studi telah dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences dengan judul Potassium isotope composition of Mars reveals a mechanism of planetary volatile retention. Penulis senior dari studi tersebut, Kun Wang mengatakan bahwa nasib planet Mars sudah ditentukan sejak awal.

“Ada kemungkinan mengenai batas persyaratan ukuran planet berbatu untuk mempertahankan lempeng tektonik dan air yang cukup guna memungkinkan kelayakhunian. (Batas persyaratan) ini lebih tinggi dari apa yang dimiliki Mars,” ujar Kun Wang asisten profesor ilmu bumi dan planet di Universitas Washington kepada The National News.

Pada studi baru ini, para peneliti menggunakan isotop stabil dari elemen potasium untuk memperkirakan keberadaan, distribusi dan kelimpahan elemen pada berbagai objek di tata surya. Para peneliti mengukur komposisi 20 meteorit yang dipilih untuk mewakili komposisi silikat massal planet ini.

Mereka menemukan bahwa Mars kehilangan lebih banyak potasium dan volatil lainnya daripada Bumi selama pembentukannya. Tetapi, mempertahankan lebih banyak volatil daripada bulan dan asteroid 4-Vesta, dua benda yang jauh lebih kecil dan lebih kering daripada Bumi dan Mars.

Baca Juga: Terungkap, Bagian Mars Utara Pernah Mengalami Ribuan 'Letusan Super'

Salah satu dari banyak pintu masuk gua yang ditemukan di permukaan Mars. (NASA / JPL / U. Arizona)

Menurut penelitian, ada korelasi yang jelas antara ukuran planet dan komposisi isotop potasium. Katharina Lodders selaku profesor peneliti ilmu bumi dan planet di Universitas Washington menerangkannya.

“Temuan korelasi komposisi isotop K (kalium atau potasium) dengan gravitasi planet adalah penemuan baru dengan implikasi kuantitatif penting bagi kapan dan bagaimana planet-planet yang berbeda mendapatkan dan kehilangan volatilnya,” tutur Katharina Lodders.

Kun Wang mengatakan meteorit Mars menjadi satu-satunya sampel yang tersedia bagi peneliti untuk mempelajari susunan kimiawi sebagian besar komposisi Mars.

“Meteorit Mars itu memiliki usia yang bervariasi dari beberapa ratus juta hingga empat miliar tahun dan mencatat sejarah evolusi Mars yang bergejolak,” terang Kun Wang.

Baca Juga: NASA Melakukan Pencarian Tanda-tanda Kehidupan Purba di Planet Mars

“Tidak dapat disangkal bahwa dulu ada air di permukaan Mars tetapi berapa banyak total air yang pernah dimiliki di Mars sulit untuk diukur melalui penginderaan jarak jauh dan studi rover saja. Ada banyak model di luar sana untuk kandungan air massal Mars,” lanjutnya.

Sang ahli menambahkan ada pihak-pihak yang meyakini kalau Mars lebih basah daripada Bumi. Sayangnya, ia tidak mempercayai itu. Para peneliti mengatakan temuan mereka memiliki implikasi untuk pencarian kehidupan di planet lain.

Baca Juga: Dengan Mengukur Gempa, Peneliti Mencoba Membedah Isi Planet Mars

Foto bertajuk 'Once in Blue Danube' yang menangkap wajah Mars yang lain. (NASA)

Laba-laba dari Mars yang mirip David Bowie, demikian kelakar awak NASA. (NASA)

Baca Juga: Robot Penjelajah Curiosity Menemukan 'Kadal' Batu di Planet Mars

Terlalu dekat Matahari atau untuk exoplanet alias planet di luar tata surya, terlalu dekat dengan bintangnya, dapat memengaruhi jumlah volatil yang dapat disimpan. Pengukuran jarak dari bintang ini sering diperhitungkan dalam indeks zona layak huni di sekitar bintang.

Seorang profesor geokimia di Center for Space and Habitability di University of Bern, Swiss, Klaus Mezger yang juga terlibat dalam penelitian ini mengatakan bahwa studi ini menekankan bahwa ada kisaran ukuran yang sangat terbatas bagi planet untuk memiliki cukup air. Tapi, tidak terlalu banyak untuk mengembangkan lingkungan permukaan yang layak huni.

“Hasil ini akan memandu para astronom dalam pencarian planet di luar tata surya yang bisa dihuni,” kata Klaus Mezger.