Masalah manajemen pengangkutan sampah di DKI Jakarta masih saja berlanjut. Jumlah truk pengangkut sampah yang minim, gaji petugas dan perusahaan rekanan yang tertunggak, dan mobil bantuan yang belum bisa digunakan adalah rentetan masalah yang seperti tak berujung.
Akibat permasalahan tersebut, sampah tidak terangkut lalu menumpuk di mana-mana.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Saptastri Ediningtyas yang ditemui di Jakarta, Jumat (23/5), menjelaskan, pihaknya terus mengoptimalkan segala sumber daya yang dimiliki untuk menangani sampah yang banyak menumpuk. Selain mengupayakan agar mobil bantuan bisa segera digunakan, koordinasi di antara pihak terkait, baik suku dinas maupun kecamatan dan kelurahan, juga ditingkatkan.
Meski demikian di banyak tempat sampah tetap menumpuk. Di TPS Paseban Dalam, Senen, Jakarta Pusat, misalnya. Walaupun pagi sebelumnya truk telah datang, tujuh gerobak penuh sampah, tidak mampu terangkut. "Awal minggu lalu truk tidak datang selama tiga hari. Katanya rusak," kata Nuradi (28), salah satu petugas kebersihan Kelurahan Paseban. "Jadi menumpuk begini. Mobil yang datang juga kecil."
Kondisi serupa terlihat di Jalan Kebon Kacang XII, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebanyak enam gerobak "terparkir" menunggu diangkut. Di Jalan Kebon Kacang IX lebih parah. Sampah terburai di pinggir jalan karena tidak mampu lagi ditempatkan di dalam gerobak sampah. Di pasar pun kondisinya hampir sama.
Sesuai data dinas kebersihan, dari 700 truk sampah milik Pemprov DKI, hanya 250 truk yang layak beroperasi. Di sisi lain, 73 truk bantuan yang diterima Pemprov DKI Jakarta dalam rentang waktu sebulan belum bisa digunakan karena belum memiliki surat kelengkapan.
Heri Suhartono, Kepala Bidang Pengembangan Peran Serta Masyarakat dan Usaha Kebersihan Dinas Kebersihan DKi menuturkan, kekurangan truk pengangkut saat ini merupakan imbas model pengelolaan sampah beberapa tahun lalu. Sebab, model penanganan lebih memberi porsi besar kepada swasta dan tidak mengupayakan peremajaan armada truk yang dimiliki.
"Akibatnya pemerintah bergantung pada swasta. Akan tetapi, sejak tahun lalu kami telah melakukan penambahan 92 truk. Itu merupakan momentum peremajaan truk selama ini. Tahun ini, pengadaan 149 truk dalam proses di Unit Layanan Pengadaan," ujarnya.
Meski begitu, pemutusan kontrak kerja per 1 Januari lalu membuat hal ini tidak seimbang.
Fakta di lapangan menunjukkan betapa tidak optimalnya transisi pengelolaan sampah.
Baca juga: Pemerintah Gagal Kelola Sampah
Pengelola TPS Rawabadak Utara, Galang (52), mengatakan, sejak masa kontrak dengan swasta berakhir pada akhir April 2014, sampah dari beberapa kelurahan mengalir ke TPS Rawabadak Utara. Produksi sampah cenderung meningkat, tetapi armada pengangkut justru berkurang karena truk-truk swasta tidak beroperasi lagi.
Menurut data Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara, sebagian besar dari 130 truk sampah yang beroperasi di Jakarta Utara berusia lebih dari 10 tahun.
Selain truk tua, penanganan sampah juga terkendala kapasitas tempat penampungan (depo) sampah. Kini empat dari 14 depo atau tempat penampungan sementara di Jakarta Utara tidak bisa dipakai lagi.
Penyebabnya antara lain karena jalan menuju depo menyempit sehingga tidak bisa dilalui truk pengangkut sampah, seperti yang terjadi di Depo Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, dan Depo Sukapura, Kecamatan Cilincing.
Wali Kota Jakarta Utara Heru Budi Hartono mengatakan, pihaknya mengusulkan penambahan truk ke Dinas Kebersihan. Jumlah truk saat ini tidak mencukupi kebutuhan dan sering mogok karena faktor usia. Tahun ini ada truk baru, tetapi jumlahnya dinilai belum mencukupi kebutuhan mengangkut 1.200-1.400 ton produksi sampah per hari.