Mengidentifikasi Cahaya di Langit

By , Jumat, 13 Juni 2014 | 22:49 WIB

Pada senja 8 Juni 2014, sejumlah orang yang bertempat di kawasan Jabodetabek menyatakan melihat pemandangan tak biasa di langit barat. Beberapa saat setelah Matahari terbenam, terlihat sebentuk cahaya bergerak di dekat kaki langit dengan arah gerak menuju ke utara-barat laut.

Cahaya tersebut berbentuk seperti segitiga dan mengesankan mirip benda langit seperti komet. Beberapa orang bahkan sempat mengabadikan dan mencermatinya selama beberapa menit sebelum kemudian menghilang.

Namun apa sesungguhnya cahaya tersebut? Bagaimana cara sehingga agar kita tak keliru mengidentifikasinya? Astronomi memiliki cara tersendiri untuk itu.

Mari kita terapkan dalam kasus cahaya di langit pada senja 8 Juni kemarin. Apakah cahaya tersebut berukuran besar? Tidak. Maka kita berlanjut ke pertanyaan berikutnya, apakah ia bergerak? Karena jawabannya ya, maka apakah ia sangat cepat sehingga menghilang setelah 5 sampai 10 detik? Jawabannya tidak, karena cahaya tersebut terlihat hingga beberapa menit kemudian.

Sehingga kita berlanjut ke pertanyaan apakah ia berkelap-kelip (di kala malam) atau berekor (di kala siang)? Hal ini ternyata cocok dengan ciri-ciri cahaya tersebut, sehingga jawabannya ya. Maka dapat dikatakan bahwa cahaya tersebut adalah pesawat.

Guna memastikannya kita bisa mengecek silang dengan sejumlah basis data lainnya. Karena cahaya tersebut terlihat sesaat setelah Matahari terbenam sehingga langit barat masih bergelimang cahaya senja, maka ia harus cukup cerlang. Dalam bahasa astronomi, kecerlangannya harus lebih besar (terang) ketimbang planet Venus.

Karena bukan meteor atau sejenisnya (seiring gerak tergolong lambat), maka kandidat yang tersedia hanyalah satelit buatan tertentu atau pesawat.

Bacalah juga: Objek yang Dikira Meteor Itu Ternyata...

8 Juni 2014, satelit buatan tertentu yang berkemungkinan lebih benderang ketimbang planet Venus hanyalah stasiun antariksa internasional (ISS), teleskop landas bumi Hubble dan flare (pijar) satelit komunikasi Iridium.

Pengecekan silang dengan basisdata Heaven’s Above menunjukkan hanya ISS dan flare Iridium yang berpeluang lebih terang ketimbang Venus. ISS hanya ada di langit Jabodetabek kala fajar jelang matahari terbit.

Kita juga bisa mengecek kemungkinan bangkai satelit besar yang sedang memijar kala menembus atmosfer selagi hendak menuju ke Bumi. Namun kemungkinan ini juga nihil berdasarkan basis data SatFlare, karena tak ada bangkai satelit buatan berukuran besar yang hendak jatuh ke Bumi di bulan Juni 2014 ini.

Maka tinggal satu yang tersisa dan menjadi kesimpulan kita, yakni pesawat. Cahaya bergerak tersebut merupakan “ekor”, yang adalah jejak kasatmata dari jejak kondensasi atau condensation trail (contrail). Jejak kondensasi adalah deretan kondensasi (pengembunan) uap air menjadi titik-titik air menyerupai awan yang disebabkan oleh melintasnya sebuah pesawat bermesin jet.

Saat mengudara, gas buang bersuhu tinggi yang dihasilkan mesin jet ini akan menyebabkan penurunan tekanan udara setempat di sepanjang lintasan yang telah dilaluinya. Penurunan tekanan setempat inilah yang menyebabkan uap air disekelilingnya berkondensasi.