Di Balik Agresi Militer, Dukungan Mangkunagara untuk Laskar Rakyat

By Fadhil Ramadhan, Selasa, 26 Oktober 2021 | 18:00 WIB
Senjata yang disamarkan dalam pertunjukan senjata militer oleh tentara Republik setelah manuver besar-besaran di Surakarta, Jawa Tengah, 21 Desember 1947. ( Hugo Wilmar/SPAARNESTAD PHOTO)

Nationalgeographic.co.id—Kebijakan wajib militer Hindia Belanda mengatur bumiputera sebagai bagian dari kekuatan pertahanan, dengan masa ikatan dinas selama 1,5 tahun. Bumiputera yang dimobilisasikan untuk tugas tempur, mereka memiliki ikatan dinas tiga selama tahun.

Warga sipil hasil dari wajib militer inilah, yang setelah kemerdekaan Indonesia, menginisasi berdirinya Badan Keamanan Rakyat—cikal bakal Tentara Negara Indonesia.

Kekuatan bumiputera terbagi menjadi dua; kekuatan tempur dan pertahanan. Kekuatan tempur berlangsung selama 12 tahun, sedangkan kekuatan pertahanan berlangsung selama 16 tahun. Kekuatan pertahanan bumiputera berdasarkan prinsip sukarela dan seleksi.

Pada 1945 berdirilah Laskar Rakyat di wilayah kekuasaan Praja Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Melansir dari penelitian yang dirilis dalam tajuk Laskar Rakyat di Surakarta pada Tahun 1945-1949, Laskar Rakyat berdiri setelah adanya kemerdekaan, tetapi embrio pembentukan dan perjuangannya telah terbangun dari tahun-tahun sebelumnya.

Andreas Chris Febrianto Nugroho, penulis studi ini menjelaskan bahwa rakyat dan abdi dalem yang tergabung dalam kelompok ini sejatinya menginginkan kedamaian. Mereka menghindari konflik yang ditimbulkan oleh yang menimbulkan pergesekan.

Penelitian Andreas menggunakan metode penelitian sejarah berupa arsip dokumentasi di Reksopustoko Praja Mangkunegaran.

Pembentukan Laskar Rakyat merupakan upaya dalam mempersatukan semangat perjuangan di Kota Surakarta. Laskar Rakyat bergerak di bawah kekuasaan Mangkunegara VIII. Meskipun, pada awal abad ke-20, Praja Mangkunegaran sejatinya memiliki hubungan dekat dengan Belanda.

Baca Juga: 9 September 1948, Kota Solo Jadi Saksi Pekan Olahraga Nasional Pertama

Laskar Wanita (Laswi) Solo sedang berlatih dasar-dasar kemiliteran dan menerima pengarahan-pengarahan dari pelatihnya tentang cara menggunakan senjata. (IPPHOS)

“Pada awal kemerdekaan Indonesia, Kasunanan dan Mangkunegaran masih berpihak kepada Belanda, bukan ke Indonesia,” terang Andreas, Sarjana Humaniora Universitas Sebelas Maret. “Kemudian Kasunanan menjadi kerajaan yang mendukung Indonesia, bahkan lebih dulu dari Kerajaan Yogyakarta.”

"Mangkunegaran juga membuat Pasukan Tengkorak pada saat Agresi Militer II. Pasukan tersebut dibentuk untuk membantu Belanda memasuki Kota Surakarta,” tambah Andreas. “Saat itu mereka mendukung dua pihak, yakni Republik dan Belanda; berkaitan dengan politik.”

Baca Juga: Tari Bedhaya, Jejak Perlawanan Mangkunegara I dalam Geger Pacinan

Raden Mas Saroso Notosoeparto (1920-1987) sebelum menjadi Mangkunegara VIII. (KITLV)

Praja Mangkunegaran mengupayakan banyak hal dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, salah satunya terhadap Laskar Rakyat Surakarta pada 1945-1949. Andreas mengungkapkan bahwa Mangkunegara VIII berupaya mendukung dalam berdirinya dan eksistensi laskar perjuangan yang ada di wilayah Surakarta. Bentuk dukungan itu berupa dana untuk Laskar Rakyat Cabang Wonogiri dan mengizinkan Laskar Rakyat Pusat menempati Sonopoestoko sebagai markas pusat Laskar Rakyat Surakarta.

"Mangkunegara VIII dengan diwakili oleh Pepatih Dalem Pangeran Handojonoto memberikan sambutan dan restu atas berdirinya Laskar Rakyat cabang Wonogiri di sebelas kecamatan di Wonogiri," ungkap Andreas dalam penelitiannya.

Baca Juga: Gending Ketawang Puspawarna, Persembahan Mangkunegara IV untuk Alien

Pasukan TNI berbaris ke stadion Surakarta. Foto oleh Th. van de Burgt, Dienst voor Legercontacten. (Nationaal Militair Museum )

Pimpinan Tentara Pelajar di Kota Surakarta saat itu adalah Mayor Ahmadi. Lalu pada Agresi Militer Belanda II, Komandan Militer Republik di Kota Surakata dipegang oleh Slamet Riyadi.

Saat Laskar Rakyat Surakarta sudah dibentuk, tidak bisa dimungkiri bahwa faksionalisme masih ada. Tiap-tiap kelompok pergerakan memiliki dasar ideologinya masing-masing, berbagai pergesekan dan konflik pun terjadi.

Terdapat Kelompok Sosialis Solo yang menculik raja Kasunanan Surakarta beserta keluarganya. Terjadi sebuah pembunuhan terhadap Patih Kasunanan oleh orang yang tidak dikenal.

Kelompok Sosialis Solo menuntut Kasunanan Surakarta untuk meniadakan feodalisme dalam berdirinya Republik Indonesia. Salah satu kelompok yang menolak feodalisme bernama Barisan Banteng, kelompok tersebut dipimpin oleh Moewardi. Selain itu, ada kelompok lain yang berideologi sosialisme seperti bentukan Tan Malaka.

Baca Juga: Mengenal Puro Mangkunegaran dan Modernitas Batiknya