Perilaku Hemat Listrik Rumah Tangga Indonesia Tergolong Baik, Meskipun...

By , Jumat, 20 Juni 2014 | 11:28 WIB
()

Bagaimana analisis perilaku hemat listrik di rumah tangga Indonesia? Ternyata perilaku hemat listrik rumah-rumah tangga Indonesia tergolong baik.

Ini menurut hasil studi Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) 2012 yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup.

Sebagian besar rumah tangga di Indonesia menggunakan listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara, yakni 96,4 persen. Lalu, sebanyak 80,9 persen rumah tangga pengguna listrik PLN tersebut, memasang daya kurang dari 900 watt.

Hal itu disampaikan oleh Agus Joko Pitoyo, pakar kependudukan Universitas Gadjah Mada saat seminar "Membangun Masyarakat Indonesia Peduli Lingkungan", Kamis (19/6).

Sebagian besar rumah tangga menganggap pemasasangan daya 900 watt cukup untuk memenuhi kebutuhan energinya sehingga tidak perlu memasang daya lebih besar lagi. Besar daya listrik yang terpasang dapat memengaruhi perilaku rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari.

Daya listrik yang kecil membuat rumah tangga bersikap lebih cermat di dalam pemanfaatannya agar tidak melebihi kapasitas. Studi IPPL 2012 dilakukan di enam kawasan Indonesia, meliputi Jawa, Sumatera, Bali-Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku-Papua. Adapun jumlah responden rumah tangga yang terlibat dalam studi ini mencapai 6.048 rumah tangga.

Hasil studi menunjukkan, secara nasional, perilaku penduduk yang hemat listrik masih sedikit lebih tinggi dibanding dengan penduduk yang berperilaku tidak hemat listrik, besarnya masing-masing 56,7 persen dan 43,3 persen.

Pulau Jawa terendah

Berdasarkan wilayah, penduduk di Pulau Bali dan NTT memiliki perilaku hemat listrik paling tinggi dibanding dengan wilayah lainnya, yakni 81,3 persen.

Masyarakat menggunakan untuk penerangan lampu biogas di Masjid Dusun Tangkluk, Desa Kota Raja, Kecamatan Sikar, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Sedikitnya di NTB tercatat sudah 1.344 rumah mengolah kotoran sapi untuk menjadi biogas. (Feri Latief)

Namun penduduk di Pulau Jawa memiliki perilaku hemat listrik yang paling rendah— hanya mencapai 42,2 persen. Faktor yang menyebabkan penduduk di Jawa berperilaku tidak hemat listrik karena tingkat ekonomi dan ketersediaan fasilitas yang dimiliki oleh rumah tangga reatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lain.

"Ketergantungan penduduk di Jawa terhadap penggunaan peralatan yang menggunakan listrik juga cukup tinggi sehingga konsumsi listrik menjadi tinggi," ujar Joko. Meski demikian, secara umum, perilaku rumah tangga di Indonesia dalam memanfaatkan energi listrik secara efisien tergolong cukup baik.

Selain menggunakan lampu hemat energi, banyak rumah tangga sudah sadar melakukan penghematan dengan tidak menyalakan lampu di siang hari.Dari hasil survei diketahui, 7 dari 10 rumah tangga di Indonesia cenderung mematikan lampu di siang hari.

Meski demikian, perilaku hemat listrik hanya berselisih sedikit dengan perilaku tidak hemat listrik. Maka, masih perlu adanya upaya penyadaran kepada masyarakat agar lebih efisien dalam memanfaatkan energi listrik.

Sementara itu, Siti Aini Hanum, Asisten Deputi Komunikasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dalam kesempatan yang sama memaparkan tentang program komunikasi lingkungan yang selama ini telah dijalankan oleh KLH.

Berbagai kampanye penyadaran masyarakat tentang lingkungan hidup yang ditujukan bagi setiap lapisan masyarakat sudah pernah dilakukan. Meski demikian, masih dirasa belum cukup.

"Ada tiga isu utama yang tidak pernah lepas dari strategi komunikasi lingkungan di KLH, yakni isu tentang air, udara, dan tanah. Namun, strategi membangun kesadaran publik tentang kualitas air, kerusakan tanah, berkurangnya keanekaragaman hayati, kualitas udara, hingga perubahan iklim, masih terbatas dengan kesediaan data," ujar Siti.