Imbas Covid-19, Penurunan Harapan Hidup Terbesar Sejak Perang Dunia II

By Wawan Setiawan, Minggu, 3 Oktober 2021 | 12:00 WIB
Tentara Amerika Serikat mendarat di Pantai Omaha, D-Day 6 Juni 1944. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Pandemi COVID-19 telah membuat perubahan di banyak hal. Salah satunya adalah harapan hidup individu. Dengan semakin meningkatnya angka kematian yang signifikan pada 2020, telah menimbulkan banyak kerugian yang tidak tercatat sejak terjadinya Perang Dunia II.

Harapan hidup menjadi indikator secara luas yang memberikan gambaran jelas lintas-nasional tentang dampak pandemi pada tingkat populasi kematian.

Menurut sebuah studi baru yang dipublikasikan dalam International Journal of Epidemiology pada 26 September 2021 berjudul Quantifying impacts of the COVID-19 pandemic through life-expectancy losses: a population-level study of 29 countries, menemukan bahwa COVID-19 telah menyebabkan penurunan harapan hidup terbesar sejak Perang Dunia II.  Harapan hidup seseorang, terutama bagi kaum pria yang dicatat di 29 negara menurun drastis jika dibandingkan dengan wanita.

Sebagaimana dilansir Tech Explorist, rekan penulis studi Dr. José Manuel Aburto mengatakan, “Untuk negara-negara Eropa Barat seperti Spanyol, Inggris, dan Wales, Belgia, Italia, antara lain, terakhir kali penurunan besar dalam harapan hidup saat lahir diamati di satu tahun adalah selama Perang Dunia II.”

Ia pun menambahkan dalam penjelasannya, “Skala kehilangan harapan hidup sangat mencolok di sebagian besar negara yang diteliti. Dua puluh dua negara yang termasuk dalam penelitian kami mengalami kerugian yang lebih besar dari setengah tahun pada tahun 2020. Perempuan di delapan negara dan laki-laki di 11 negara mengalami kerugian yang lebih besar dari satu tahun. Untuk mengkontekstualisasikannya, dibutuhkan rata-rata 5,6 tahun bagi negara-negara ini untuk mencapai peningkatan satu tahun dalam harapan hidup baru-baru ini: kemajuan terhapus selama tahun 2020 oleh COVID-19.”

Baca Juga: Hidup Berdampingan dengan Covid-19, Masyarakat Harus Memiliki Semangat Kebersamaan

Di sebagian besar dari 29 negara, pria mengalami penurunan harapan hidup yang lebih besar daripada wanita. (NDTV)

Studi yang dipimpin oleh Pusat Ilmu Demografi Leverhulme Oxford ini, telah mengumpulkan dataset yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang kematian dari 29 negara. Ini mencakup sebagian besar Eropa, AS, dan Chili.

Wanita di 15 negara dan pria di 10 negara ditemukan memiliki harapan lahir yang lebih rendah pada tahun 2020 daripada tahun 2015, di mana harapan hidup sudah dipengaruhi secara negatif oleh musim flu yang signifikan saat itu.

Secara keseluruhan, para ilmuwan menemukan penurunan yang signifikan dalam harapan hidup di 27 dari 29 negara pada tahun 2020. Data keseluruhan menunjukkan bahwa pria mengalami penurunan harapan hidup yang lebih signifikan daripada wanita. Penurunan terbesar dalam harapan hidup diamati juga di antara pria di AS, yang mengalami penurunan 2,2 tahun relatif terhadap level 2019, diikuti oleh pria Lituania (1,7 tahun).

“Penurunan besar dalam harapan hidup yang diamati di AS sebagian dapat dijelaskan oleh peningkatan signifikan dalam kematian pada usia kerja yang diamati pada tahun 2020. Di AS, peningkatan kematian pada usia di bawah 60 tahun adalah kelompok berkontribusi paling signifikan terhadap penurunan harapan hidup, sedangkan di sebagian besar Eropa peningkatan kematian di atas usia 60 berkontribusi lebih signifikan,” kata Dr. Ridhi Kashyap, rekan penulis studi.

Baca Juga: Seni yang Menyembuhkan: Upaya Tepis Krisis Mental Saat Pandemi

Tentara AS turun dari sebuah kapal pengangkut personel di Pantai Utah. Tampak, rongsokan kendaraan yang hancur pada serangan sebelumnya. (Public Domain)

Foto kehancuran akibat perang. COVID-19 telah menyebabkan penurunan harapan hidup terbesar sejak Perang Dunia II. (Shutterstock)

“Selain pola-pola tersebut, analisis mengungkapkan bahwa sebagian besar pengurangan harapan hidup di berbagai negara disebabkan oleh kematian resmi akibat COVID-19,” tegasnya.

“Meskipun kami tahu bahwa ada beberapa masalah yang terkait dengan penghitungan kematian COVID-19, seperti pengujian yang tidak memadai atau kesalahan klasifikasi, fakta bahwa hasil kami menyoroti dampak besar yang secara langsung dapat dikaitkan dengan COVID-19 menunjukkan betapa dahsyatnya kejutan itu bagi banyak negara. Kami sangat menyerukan publikasi dan ketersediaan lebih banyak data terpilah dari berbagai negara, termasuk negara berpenghasilan rendah dan menengah, untuk lebih memahami lagi dampak pandemi secara global,” pungkas Kashyap.

Baca Juga: ASI dari Ibu yang Divaksin COVID-19 Mengandung Antibodi Baik bagi Bayi