“Oh, tidak. Dia jatuh!” pekik Munirwan ketika pesawat yang diterbangkannya hilang kendali di perairan Ujong Pancu Aceh.
Dia bergegas meminta tim darat melakukan evakuasi. Munirwan cemas jika pesawat itu masuk ke dalam air. Bisa merusak sistem elektronik, katanya.
Untungnya, simulasi penerbangan yang dilakukan Munirwan hari itu sudah memasukkan rencana evakuasi ketika terjadi kecelakaan. Tapi dia belum mendapat kabar, apakah pesawatnya jatuh ke dalam laut atau menyangkut di bibir karang di pulau kecil di seberang tempat dia berdiri. Peta di komputer jinjingnya menunjukkan posisi pesawat berada di bibir pantai.
Bisa saja pesawat itu terseret ombak ke laut dan memusnahkan semua informasi yang sudah didapat.
Sebuah perahu boat melaju kencang dari pelabuhan di Ulee Lheue, tiga kilometer dari posisi Munirwan. Dia hanya menyaksikan proses evakuasi itu dari bibir pantai. Sebuah binocular mengantarkannya mendekat pada objek bergerak di tengah laut. Namun, tidak dapat menembus kerapatan pulau kecil itu. Munirwan pasrah.
Suara ombak yang pecah menerpa pasir di tepian pantai Ujong Pancu di Aceh seolah menambah kemuraman raut wajah Munirwan. Tampak pucat, maklum saja, ini adalah penerbangan pertamanya di laut.
“Awalnya memang saya tidak begitu yakin,” katanya ragu.
Kilatan cahaya mata hari pagi di Minggu, 8 Juni itu pun tidak mampu menarik ujung bibir Munirwan untuk tersenyum. Tangannya gemetar saat satu per satu perangkat pesawat itu dikeluarkan sebelum penerbangan. Dia meletakkan komponen drone pada sebuah bangunan yang hancur terkena sapuan gelombang tsunami pada 2004 yang lalu.
Badan pesawat terbuat dari styrofoam putih yang lentur. Munirwan melepas pengait plastik dan membuka badan pesawat untuk memeriksa kelengkapan elektronik.
Sebuah kotak hitam dengan hati-hati dipasang pada badan pesawat. Itu adalah selongsong baterai yang dapat diisi ulang. Dia menyambungkannya dengan kabel sehingga perangkat elektronik lainnya dapat berfungsi. Dia meletakkan kamera digital di dada pesawat setelah mengatur pengambilan gambar otomatis per dua detik. Di hidung pesawat, Munirwan menempatkan satu kamera video.
Bagian terakhir dari persiapan penerbangan itu adalah pengecekan sistem pengendali remot kontrol. Dia menaik-turunkan sayap dan ekor pesawat, juga mengujicobakan putaran baling-baling di bagian belakang.
Dua orang anggota tim Munirwan menyiapkan perangkat komputer jinjing serta memasang antena. Menurut Munirwan perangkat ini digunakan untuk menentukan arah terbang, ketinggian dan sistem navigasi dan autopilot.
“Misi penerbangan harus diatur dari awal. Misi sangat menetukan keterangan udara apa yang nanti didapatkan. Kami menggunakan perangkat lunak mission planner,” katanya.