Gang Dolly, Dolly, Siapa Dia?

By , Rabu, 25 Juni 2014 | 13:30 WIB

Gang Dolly, Surabaya, tetap ditutup 19 Juni 2014 lalu. Tetapi, begitulah. Tidak mudah. Penutupan Gang Dolly di kawasan Kampung Kupang menuai kontroversi. Ada pro, ada kontra. Tetapi sesungguhnya protes pertama sudah terjadi puluhan tahun sebelumnya. Ini menyangkut penggunaan nama "Dolly".

Siapa yang pertama melayangkan protes? Ya, Dolly sendiri. "Kenapa kok (pakai) namaku? Padahal germo di sana kan banyak?" tanyanya pada tahun 1990-an.

Sosok Dolly memang seperti legenda. Legenda dalam dunia persyahwatan di Surabaya. Sohor, tetapi jarang sekali bisa dijumpai.

Orang kerap berasumsi ia adalah seorang germo, perempuan, keturunan Belanda. Ada yang bilang namanya Dolly van der Mart. Desas-desus lain menyebutkan dia sebenarnya seorang lelaki. Sebab sebagai germo panggilannya bukan "Mami" tetapi "Papi Dolly". Benarkah? Tidak. Lalu?

Jadi, siapa sebetulnya Dolly?

Dolly adalah nama panggilan. Nama lengkapnya Advenso Dollyres Chavit. Chavit adalah nama ayahnya, seorang Filipina. Ibunya bernama Herliah, orang Jawa. Dolly lahir sekitar tahun 1929.

"Aku ini hanya sekolah mindho (level SMP). Itu pun tidak tamat karena ada perang. Ibuku pun bukan orang yang mampu. Maka hidupku biasa-biasa saja, tidak ada peningkatan," tutur Dolly kepada Bambang Andrias, kontributor Majalah Berita Bergambar Jakarta-Jakarta, 23 tahun silam.

Dolly mengenang kehidupan keluarganya yang cukup relejius. "Orangtua mendidikku untuk sering ke geraja. Pokoknya harus selalu ingat Tuhan," tambahnya.

Namun entah kenapa perangai Dolly di luaran menjadi sungguh berbeda. Dolly yang tomboi cenderung memberontak. "Umur 16 tahun aku mulai merokok. Waktu itu (rokok) yang terkenal Escort, Commodore atau Kansas," kenangnya. Perempuan merokok bukanlah hal umum pada masa itu.

Dolly boleh tomboi. Tetapi itu tak menutupi kecantikannya. Sambil menunjuk foto masa muda, Dolly berkisah betapa seksi dia, diiringi tawa terkekeh-kekeh.

Menjelang umur 20 Dolly menikah dengan Soukup alias Yakup, seorang kelasi Belanda. Dari pernikahan itu lahirlah anak lelaki. Tetapi belum lagi sang anak masuk ke umur lima tahun, Yakup sang suami meninggal dunia.

Dolly yang cantik pun mulai menghadapi krisis keuangan. Mana sang anak kerap merengek meminta ini-itu. Semisal es krim, yang pada masa itu termasuk jajanan mahal. Untuk membesarkan sang anak serta mencukupi kebutuhan sehari-hari Dolly butuh biaya.

Maka babak baru dalam kehidupannya pun bergulir. Mungkin terdengar klise. Tetapi ia mengaku terpaksa saat memutuskan untuk melangkah ke dunia prostitusi pada awal tahun 1950-an.