Apakah Puasa Akan Mempengaruhi Hasil Piala Dunia 2014?

By , Jumat, 4 Juli 2014 | 20:39 WIB

Puasa dapat menjadi tantangan bagi para atlet. Untuk tim Aljazair, negara dengan mayoritas penduduk Muslim, misalnya, yang bertanding dengan Jerman pada satu jam sebelum matahari tenggelam (29/6) di Porto Alegre, Brazil.

Sebuah surat kabar khusus bola di Aljazair baru-baru ini melaporkan bahwa kepala pelatih Algeria, Vahid Halilhodzic, melarang para pemainnya berpuasa. Namun Halilhodzic dan asosiasi sepakbola nasional menyangkalnya.

Halilhodzic, seorang campuran Perancis dan Bosnia yang telah melatih tim tersebut selama tiga tahun, mengatakan pada konferensi pers Minggu bahwa para pemain dapat memutuskan sendiri apakah mereka akan puasa atau tidak.

Sang pelatih menolak pertanyaan-pertanyaan mengenai topik itu, dengan menyebut puasa adalah "masalah pribadi" dimana "para pemain akan melakukan apa yang mereka inginkan," menurut laporan kantor berita Associated Press.

Tim Aljazair sendiri kemudian kalah dari Jerman dengan skor 2-1.

Tahun ini adalah untuk pertama kalinya Piala Dunia bersamaan dengan bulan Ramadan dalam 28 tahun terakhir. Jadi jauh sebelumnya, para komisioner asosiasi sepakbola dunia FIFA memerintahkan beberapa studi mengenai puasa, menurut laporan dari The New York Times.

Times mengutip ketua komite medis FIFA, Dr. Michael D'Hooghe, yang mengatakan bahwa jika puasa dilakukan secara "cerdik, maka Anda akan dapat beradaptasi dengan baik. Sebelum matahari terbit, tubuh mereka (para atlet harus) cukup hidrasi untuk menjalani hari."

Ahli nutrisi di Tufts University di Boston, Massachusetts, Jennifer Sacheck, mengatakan bahwa puasa menurunkan persediaan tubuh akan karbohidrat. Hal itu dapat mengurangi tingkat-tingkat gula darah, yang dapat secara negatif mempengaruhi ketajaman mental dan kontraksi otot.

Intinya, otak atlet akan bersaing dengan otot.

Karbohidrat juga membantu tubuh dengan hidrasi, ujar Sacheck, karena mengikat air. Jika atlet "tidak mengkonsumsi karbohidrat, akan lebih sulit untuk menyimpan cairan," ujarnya.

Kekurangan cairan lebih lanjut mengkompromikan tubuh, memperlambat peredaran oksigen dan nutrisi lainnya ke otot, tambah Sacheck. Darah akan mengental, memaksa jantung bekerja lebih keras.

"Atlet manapun yang kehilangan 2 sampai 3 persen dari bobot tubuhnya dengan berkeringat akan mengkompromikan kinerjanya," ujarnya.

Perubahan dalam kebiasaan makan—mencerna sebagian besar kalori pada malam hari—juga dapat secara negatif berdampak pada tubuh, ujar Sacheck.

"Anda harus terbiasa mendapatkan banyak kalori pada malam hari, yang juga membawa masalah tidur, jadi pencernaan tidak merusak siklus-siklus tidur-bangun," ujarnya.

Namun, Sacheck mengatakan bahwa latihan tingkat tinggi berarti "para atlet telah belajar untuk mengatur suhu lebih baik dalam kondisi-kondisi lingkungan yang berbeda."

Dan setidaknya selama pertandingan, mereka dapat mendapat asupan antusiasme dari para penggemar.