Pemilihan Presiden dan Ujian Berdemokrasi

By , Rabu, 9 Juli 2014 | 12:00 WIB

Seperti dikemukakan oleh para pengamat, pilpres yang diikuti dua pasang capres-cawapres dengan mudah menciptakan keterbelahan masyarakat. Akan berbeda jika pasangan yang berkompetisi lebih dari dua sehingga tidak menciptakan suasana berhadapan-hadapan, head to head secara frontal.

Tidak bisa diingkari bahwa di sejumlah daerah dan lapisan masyarakat suasananya memanas untuk saling mengunggulkan jagonya dengan merendahkan yang lain. Bahkan, ada yang disertai dengan memfitnah terhadap yang lain. Namun, sisi positifnya juga banyak.

Masyarakat menjadi lebih tertarik dan mudah berpartisipasi karena pasangan capres-cawapres yang disodorkan hanya dua, dan mereka sudah dikenal publik. Dengan kata lain, telah terjadi pembelajaran politik bagi rakyat secara masif dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kedewasaan berdemokrasi.

Hal baru yang ikut membuat gaduh dan letih masyarakat adalah peran media sosial yang menyediakan ruang bagi perdebatan bebas dan kadang melakukan dramatisasi secara hiperbolik tanpa kontrol. Rakyat pun sekarang mulai berani menyuarakan secara terbuka pilihan politiknya. Kini, semuanya sudah berlalu. Politics is restless. Democracy is noisy, kata orang.

Apa pun yang terjadi, mari kita terima dengan lapang, itulah realitas dan capaian bangsa kita dalam proses pendewasaan berdemokrasi. Di sana ada unsur trial and error. Ada eksprimentasi dan kesalahan. Dengan kesalahan dan luka yang kita alami bersama, kita akan memperoleh banyak pembelajaran berpolitik untuk bahan perbaikan ke depan.

Agenda berbangsa dan bernegara ini masih ratusan tahun ke depan, sedangkan agenda pilpres hanya dalam hitungan minggu. Jangan sampai perbedaan kubu pasangan dan dukungan politik yang hanya sesaat akan menggerogoti semangat persaudaraan, persatuan, dan tekad bersama untuk membangun bangsa dan rumah Indonesia, rumah kita bersama, apa pun asal etnis, agama, dan parpolnya.

Semoga pilpres ini nantinya akan kita kenang sebagai sebuah pesta. Setiap pesta besar pasti melelahkan dan menelan ongkos yang juga besar. Namun, melegakan karena hajat besar bangsa telah berhasil kita laksanakan dengan penuh gairah dan cinta semata untuk kemajuan bangsa dan rakyat.

Kepada pasangan yang kalah, secara moral mereka adalah juga pemenang karena telah mengantarkan pasangan baru presiden dan wakil presiden. Kepada yang menang, mereka mesti berterima kasih kepada yang kalah karena tanpa mereka Anda tak akan jadi pemenang. Jadi, sesungguhnya kedua pasangan itu merupakan putra-putra bangsa terbaik yang karena dorongan cintanya untuk memajukan bangsa, mereka berkompetisi.

Di atas semua itu, yang memiliki kedaulatan sesungguhnya adalah rakyat. Para elite politik dan parpol memiliki kewajiban moral untuk merajut kembali sekiranya pilpres ini menyisakan friksi dan luka dalam masyarakat.