Kisah Warga Solo dan Putra Kebanggaannya

By , Rabu, 9 Juli 2014 | 13:25 WIB

Begitu memasuki taksi dalam kota, nama Jokowi langsung muncul ketika berkomentar bahwa taksi Blue Bird tidak terlihat di jalanan kota Solo. 

Penyebabnya adalah Pak Jokowi, seperti dituturkan Agus, sopir taksi Gelora.  

"Dulu pertama Pak Jokowi datang ke pangkalan-pangkalan dan habis itu tanya gimana kalau Blue Bird mau masuk dan kami bilang nggak bisa karena sekarang saja cari setoran susah.

"Dan Pak Jokowi konfirmasi tempat lain, sama saja," jelas Agus yang kini tidak usah bersaing dengan konglomerat nasional angkutan tersebut. 

Dua kali terpilih sebagai walikota Solo jelas bisa menjadi bukti nyata dia mendapat dukungan warga Solo bahkan dengan persentase kemenangan sebesar 90,09% dalam pemilihan kedua 2010, naik pesat dari 36,6% saat pemilihan pertama tahun 2005. 

Namun Jokowi tidak memenuhi periode kedua karena tahun 2012 terpilih sebagai Gubernur Jakarta, yang mungkin juga tidak bisa dituntaskannya. 

"Saya kira hampir semua orang Solo tentunya bangga dengan Pak Jokowi walau menyayangkannya juga karena kalau beliau masih beberapa tahun lagi di Solo maka akan membawa lebih banyak perubahan," tutur Sumartono Hadinoto juru bicara Perkumpulan Masyarakat Surakarta, sebuah organisasi sosial yang sudah berdiri sejak tahun 1930-an. 

Dan wali kota Jokowi juga memberi keuntungan kepada pengusaha walau sering disebut memiliki keberpihakannya kepada rakyat kecil. 

"Contoh nyata mengenai perizinan. Dulu itu mencari izin usaha, izin mendirikan bangunan itu biaya banyak sekali dan tanpa kuitansi. Setelah Pak Jokowi semuanya menjadi transparan," kenang Subiyakto, pengusaha dob dan shuttlecock.

Kasunanan netral 

Bagi Kasunanan Surakarta, salah satu kerajaan yang berada di Solo, bukan hanya Jokowi saja yang bisa disebut sebagai putra Solo karena Prabowo Subianto juga memiliki darah kraton Solo. 

Bagaimanapun, menurut Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Dipokusumo, bukan alasan itu saja yang membuat Kasunanan Surakarta untuk bersikap netral. 

"Kraton secara filosofis dalam pengertian Jawa itu bisa ngayomi dan ngayemi atau memelihara dan menjaga kebaikan masyarakat," jelas salah seorang putra mendiang Raja Pakubuwono XII yang sering disapa Gusti Dipo itu.