Dalam beberapa pekan terakhir, dukungan kelompok garis keras di Indonesia terhadap Negara Islam Irak dan Suriah ISIS menjadi perhatian.
Banyak kalangan yang mengkhawatirkan penyebaran ideologi radikal ini akan membahayakan keberagaman masyarakat Indonesia.
ISIS atau Negara Islam Irak dan Suriah memperluas wilayah kekuasaannya di Irak dan Suriah.
Amerika Serikat mengatakan organisasi teroris ini lebih buruk dibandingkan Al Qaeda, dengan tentara yang dilengkapi persenjataan.
Di Indonesia, kelompok Islam garis keras di Indonesia mulai secara terbuka memberikan dukungan terhadap Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin Negara Islam
Irak dan Suriah ISIS yang mendeklarasikan kekhalifahan Islam.
Dukungan terbaru disampaikan oleh kelompok Islam antara lain di Jakarta, Solo, Bima dan terakhir Malang Jawa Timur pada Minggu (20/7) lalu.
Deklarasi ditolak
Tak seperti di kota lain, pertemuan pendukung ISIS mendapat penolakan pengurus masjid di Kota Malang Jawa Timur.
Pengurus masjid Ibnu Sina—yang sebelumnya akan dijadikan tempat pertemuan pendukung ISIS, yang tersebar di media sosial—bahkan mengunci gerbang masjid sejak Minggu pagi, untuk mencegah kedatangan para pendukung ISIS.
Syafiudin dari salah seorang pengurus remaja Masjid Ibnu Sina di Kota Malang mengatakan alasan pembatalan pertemuan dilakukan karena ISIS merupakan kelompok radikal.
"Mereka tidak memberitahukan kepada kita ada tentang pertemuannya, dan kepolisian juga tidak memberikan izin kepada pendukung ISIS ," jelas Syafiudin.
Pertemuan sempat dipindahkan ke Masjid Nuruh Hidayah, karena menurut salah seorang penyelenggara, aparat keamanan tidak mengizinkan kegiatan tersebut.
"Dukungan moral"
Kelompok yang menyebut dirinya Ansharul Khilafah Jawa Timur mendeklarasikan dukungan terhadap kekhalifahan Islam Irak dan Suriah ISIS, di sebuah masjid yang baru selesai di bangun, yang terletak dibalik pohon bambu jauh dari pemukiman warga.
Puluhan orang yang hadir sebagian besar anak-anak muda dan sejumlah perempuan bercadar, serta anak-anak, beberapa diantaranya menggunakan atribut yang bergambar mirip bendera ISIS.
Semula mereka mengundang kami untuk meliput acara tersebut, tetapi dengan adanya penolakan dari penduduk, mereka berubah pikiran dengan tidak mengizinkan kami untuk merekam ataupun mengambil foto di dalam masjid.
Dari jendela dan pintu yang terbuka, kami mendengar seorang ustad memberikan penjelasan mengenai Kekhalifahan Islam.
Di depan mimbar masjid tampak poster besar bertuliskan dukungan terhadap Khilafah Islamiyah. Setelah penjelasan mengenai Khilafah, peserta yang hadir membacakan sumpah setia kepada Abu Bakr al-Baghdadi, dalam Bahasa Arab dan Indonesia.
Koordinator Ansharul Khilafah Jawa Timur, Muhamad Romly mengatakan mendukung kekhalifahan Islam yang dideklarasikan Abu Bakr al-Baghdadi.
"Kami mendukung kekhalifahan Islam karena dapat membangun peradaban Islam yang lebih baik, sehingga Islam
Menurut Romly, hanya sebatas memberikan dukungan moral, bukan dana ataupun mengirimkan jihadis ke Suriah ataupun Irak.
"Kami tidak memberikan dukungan dana, kami juga tidak mengirimkan orang untuk (jihad) kesana karena juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit," kata dia.Romly menyakini Daulah Khilafah dapat membangun peradaban Islam yang lebih baik.
Usai deklarasi, mereka membagikan majalah Al Mustaqbal dan stiker dengan gambar yang menyerupai bendera ISIS.
Perubahan aturan
BNPT menyebutkan kelompok yang menyatakan kurang dari 20 kelompok Islam dan 50 orang pergi 'berperang' dengan ISIS. Penyebaran dukungan untuk ISIS pun dilakukan melalui media sosia. Di sejumlah daerah disebutkan bendera ISIS dikibarkan dalam beberapa kesempatan.
"Kami memantau mereka, dan juga meminta adanya keterlibatan masyarakat untuk mencegah penyebarluasan kelompok radikal yang mendukung ISIS di Indonesia," kata Deputi bidang Kerjasama Internasional BNPT Harry Purwanto.
Menurut Harry, deklarasi mendukung Kekhalifahan Islam di Irak dan Suriah yang marak dilakukan akhir-akhir ini, karena kelompok mereka membutuhkan dukungan yang lebih luas.
Kondisi itu meningkatkan kekhawatiran banyaknya anak-anak muda Indonesia yang akan pergi ke Suriah dan Irak bergabung dengan pasukan ISIS dan melakukan serangan teror ketika mereka kembali, seperti yang terjadi dengan para jihadis Jemaah Islamiah yang kembali dari Afghanistan.
Imam Samudera, Ali Imron merupakan 'alumni' Afghanistan yang terbukti berada dibalik serangan Bom Bali I tahun 2002, yang menewaskan 202 orang, sebagian besar merupakan warga negara asing.
Dalam peraturan anti terorisme di Indonesia tidak mengatur pengatur berkembangnya paham radikalisme di Indonesia. "Kita harus mengamandeman UU agar dapat mencegah penyebaran paham radikal," kata Harry.
Analis mengatakan Indonesia menghadapi tantangan besar untuk mengatasi meningkatnya ideologi radikal terutama di kalangan anak-anak muda, yang dikhawatirkan bisa mengancam keberagaman.