Global Tiger Day, Upaya Bersama Menyelamatkan Harimau

By , Kamis, 31 Juli 2014 | 12:07 WIB

Tidak banyak orang yang tahu bahwa hari kedua Idul Fitri tahun ini, 29 Juli 2014, bertepatan dengan peringatan Global Tiger Day untuk mengampanyekan kepedulian masyarakat terhadap harimau.

Penyelamatan harimau menjadi penting, karena populasi harimau sedunia saat ini hanya tersisa antara 3000 hingga 4000 ekor di alam liar. Jumlah ini menyusut drastis dari sekitar 100.000 di awal abat ke-20. Penyebab utama adalah perburuan besar-besaran satwa karismatik ini. Selain itu, spesies kucing terbesar di dunia ini telah kehilangan lebih dari 93 persen wilayah sebaran awalnya akibat pembukaan hutan untuk ekspansi pemukiman serta industri pertanian dan kehutanan.

Kondisi populasi harimau di alam yang semakin terancam punah ini, membuat IUCN mengklasifikasikan sebagai satwa kritis terancam punah.

Menyikapi hal ini, pada International Tiger Meeting di St Petersburg, Rusia, November 2010 lalu, telah disepakati upaya bersama untuk menyelamatkan populasi harimau dari kepunahan yang terangkum dalam dokumen Global Tiger Recovery Program atau biasa disebut GTRP. Dalam pertemuan tersebut juga, disepakati hari peringatan harimau sedunia yang jatuh setiap tanggal 29 Juli.

Di Indonesia sendiri, peringatan Global Tiger Day ini menjadi momentum peningkatan kepedulian masyarakat dalam konservasi harimau.

Setiap tahunnya, peringatan Global Tiger Day diselenggarakan sejak tahun 2012 di berbagai kota di Indonesia, antara lain Jakarta, Purwokerto, Medan, Palembang, Bengkulu, Jambi,  Padang dan Pekanbaru. Ratusan relawan yang tergabung dalam jaringan Tiger Heart secara rutin mengkampanyekan perang melawan perburuan dan perdagangan harimau sumatra yang masih marak terjadi.

Ketua Forum HarimauKita, Dolly Priatna, menyampaikan bahwa kemajuan teknologi informasi ternyata membawa dampak buruk bagi perlindungan subspesies harimau terakhir yang dimiliki Indonesia ini. Mudahnya akses internet membuat jalur perdagangan ilegal harimau dan bagian tubuhnya menjadi lebih mudah. Penjual dan pembeli dapat melakukan transaksi secara langsung dan barang dikirimkan melalui jasa pengiriman barang, tanpa harus bertatap muka. Ini mempersulit para penegak hukum dalam memantau jalur perburuan dan perdagangan ilegal harimau.

“Untuk mempersempit ruang gerak pelaku, pelibatan publik secara luas dalam melawan perdagangan ilegal harimau sumatra dan bagian tubuhnya melalui internet menjadi sebuah keharusan. Forum HarimauKita akan terus mendorong Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap situs-situs yang masih melakukan pembiaran adanya jual beli harimau dan bagian tubuhnya,” tegasnya lebih lanjut kepada Mongabay.

Pemantauan perdagangan melalui internet itu sendiri melibatkan ratusan relawan Tiger Heart. Mereka telah berhasil mengumpulkan ratusan situs yang menjual harimau dan bagian tubuhnya. Data-data tersebut dikumpulkan semenjak tahun 2010 dan telah berhasil mengidentifikasi beberapa situs yang sering menjadi media jual beli. 

Beberapa pelaku berhasil ditangkap berkat kerjasama dengan PHKA dan lembaga mitra, antara lain Wildlife Crimes Unit (WCU).

Diperkirakan pada tahun tujuh puluhan, populasi harimau Sumatra masih sekitar 1000 ekor. Angka tersebut diperoleh dari penelitian Borner melalui survei kuisioner tahun 1978.

Beranjak pada tahun 1985, Santiapillai dan Ramono mencatat setidaknya 800 ekor tersebar di 26 kawasan lindung. Di tahun 1992, Tilson et. al. memperkirakan antara 400 - 500 ekor yang hidup di lima taman nasional dan dua  kawasan lindung. Dan di tahun 2007, Kementerian Kehutanan Indonesia memperkirakan minimal 250 individu harimau sumatra hidup di delapan dari 18 habitat harimau sumatra.

Sampai saat ini, perburuan ilegal masih menjadi ancaman utama kelestarian harimau sumatra. Hampir seluruh bagian tubuh harimau menjadi koleksi yang paling diincar di pasar gelap.