Nationalgeographic.co.id - Banyak kepercayaan, agama, kebudayaan yang meyakinkan adanya akhirat atau kehidupan setelah kematian. Tulisan kitab suci, pengalaman, dan ritual, juga menerangkan bahwa orang yang sudah mati memiliki roh orang yang sudah mati dan masih bisa kita temui, bahkan berkomunikasi dengan mereka.
Meski demikian, seiring berkembangnya zaman, sains mencoba mengungkap keberadaannya meski belum mendapatkan hasil yang jelas sampai hari ini. Perkembangan pengetahuan yang begitu pesat pada abad ke-19 membuka jalur gelombang kepercayaan seperti ateisme dan agnostisisme, yang mengalami naik-turun.
Tentu, bukan berarti manusia secara total meninggalkan kepercayaan dan agamanya. Dan bila meninggalkan pun, jalan spiritualitas pribadi bisa mengilhami tentang kehidupan setelah kematian.
Lewat spiritualisme, banyak para tokoh seperti ilmuwan dan politisi masa itu meyakini keberadaan roh orang yang sudah mati, bahkan mengeklaim pernah melihat atau berkomunikasi dengannya. Siapa sajakah mereka?
Baca Juga: Petroglif Peterborough, Diyakini Jadi Pintu Gerbang ke Dunia Roh
Pada 1910, Thomas Alva Edison dalam wawancara dengan New York Times Magazine mengakatakn, "Saya tidak percaya pada Tuhan para teolog, tetapi saya tidak meragukan adanya Yang Maha Cerdas."
Dia percaya bahwa alam lah yang membuat kita semua, dan bukan Tuhan yang disebut oleh banyak agama. Dengan kata lain, dia bukanlah ateis, tetapi memiliki keyakinan sendiri atas sesuatu yang tidak nyata.
10 tahun berikutnya, ia berencana mengembangkan fonograf, penemuannya yang bisa merekam suara pertama kali di dunia. Rencananya, ia ingin menangkap suara dari orang yang tidak lagi hidup, atau secara khusus membuat telepon yang mampu berbicara dengan orang yang sudah mati.
"Selain dari prestasinya yang mengubah hidup menembus tabir, saya percaya minatnya pada Spiritualisme hanya untuk menunjukkan bahwa sains, bukan media dan papan Ouija, adalah cara untuk melakukannya," kata Marc Hartzman, sejarawan dan penulis buku tentang sejarah dan dunia spiritualitas, dikutip dari History.
Ketika rencananya diketahui publik, banyak pihak yang menganggapnya sebagai lelucon. Hartzman menerangkan bahwa hipotesis Edison saat itu juga luar biasa mengenai keberadaan manusia yang sudah mati.
"Singkatnya, seratus triliun dari unit kehidupan membentuk manusia dan membuat kita tetap hidup. Ketika kita mati, unik kehidupan [kita] berpindah kepada orang lain," terangnya, memaparkan keyakinan Thomas Edison.