Otak Dominan Presiden Indonesia

By , Minggu, 10 Agustus 2014 | 09:31 WIB

Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, menurut penulis, lebih banyak menggunakan otak kiri. Dia sangat detail dan membutuhkan penalaran yang cermat sebelum memutuskan sesuatu, hal kemudian tampak sebagai sifat ragu-ragu dan lambat dalam mengambil keputusan penting. Ini berbeda dengan Habibie yang juga dominan otak kiri, tetapi lebih cepat dan tanggap dalam merespons setiap permasalahan penting. SBY sangat hati-hati dan lambat, suatu kekurangan yang sekaligus menjadi kelebihannya.

Otak kanan

Presiden terpilih 2014, Joko Widodo, lebih banyak menggunakan otak kanan dibanding otak kiri. Ini tampak dari kegemarannya blusukan untuk memahami masalah masyarakat dan membangun komunikasi langsung dengan masyarakat.

Bersentuhan langsung dengan rakyat menggugah emosi dan intuisi Jokowi untuk menyelesaikan masalah secara cepat dan langsung. Namun, ada hal yang belum tampak dari peran otak kanan yaitu munculnya ide besar dan kreativitas tentang berbangsa dan bernegara.

Penampilan Jokowi yang sederhana dan memikat banyak orang belum ditunjang "ide besar dan kreativitas tinggi" yang menunjukkan kesempurnaan otak kanan seorang presiden terpilih.

Beruntung Jokowi punya wakil presiden terpilih Jusuf Kalla yang kemampuan otak kanan dan kirinya berimbang sehingga bisa menutup kekurangannya.

Kita membutuhkan presiden dan wakil presiden yang mampu mengoptimalkan otak kanan-kiri secara bersamaan dan bersinergi untuk memecahkan persoalan bangsa yang kompleks dan rumit ini, serumit misteri susunan otak manusia yang belum banyak terpecahkan.

Selamat datang kepada Presiden Indonesia ke-7 beserta wakilnya, Jokowi-JK.