Bagaimana Pandangan Turis Jepang Terhadap Kemerdekaan Indonesia?

By , Minggu, 17 Agustus 2014 | 14:44 WIB

Bung Karno naik pitam mendengar ancaman tersebut dan menantang Wikana: "Ini batang leherku. Potonglah leherku malam ini juga". Keduanya kemudian melaporkan hasil pertemuannya dengan Bung Karno. Pada 16 Agustus 1945 pagi, Bung Karno dan Bung Hatta diculik ke Rengasdengklok, tidak jauh dari Karawang.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta. (Dok: Munasprok)

Penculikan itu membuat suasana Kota Jakarta gempar. Orang bertanya-tanya dimana kedua pemimpin bangsa itu berada.

Akhirnya, Wikana memberitahukan Mr Ahmad Subardjo akan keberadaan kedua tokoh nasional itu.

Rombongan Mr Ahmad Subardjo tiba di Rengasdenglok sekitar pukul 18.00. Kemudian, disepakati proklamasi kemerdekaan akan diproklamasikan secepat mungkin.

Maka, kembalilah rombongan Bung Karno di Jakarta pukul 23.00 malam. Bung Karno dan Bung Hatta akhirnya mengambil kesimpulan mereka tidak boleh menggantungkan diri pada pihak lain.

Naskah proklamasi kemerdekaan dibuat di kediaman Laksamana Maeda di Jalan Iman Bonjol No 1, Menteng. Dan diproklamirkan di Jalan Pegangsaan Timur 56 pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi.

Peran Maeda

Anak dari perumus naskah proklamasi Ahmad Subardjo, Pujiwati Subardjo, mengatakan bahwa Laksamana Maeda merupakan tokoh Jepang yang pro terhadap kemerdekaan RI.

"Pada waktu itu ada perjanjian, kalau Jepang kalah perang maka Indonesia kembali ke Belanda. Angkatan Darat Jepang setuju, tetapi Angkatan Laut Jepang tidak setuju. Laksamana Maeda berpendapat, daripada diserahkan ke Belanda, lebih baik dimerdekakan saja," kenang perempuan berusia 78 tahun itu.

Oleh karenanya, Maeda memfasilitasi tahap demi tahap untuk mencapai proklamasi kemerdekaan Indonesia. "Untung waktu itu difasilitasi. Kalau tidak, bisa bahaya nyawa pendiri bangsa itu."

Di saat Bung Karno dan kawan-kawan merumuskan naskah proklamasi, Laksamana Maeda memilih untuk tidur di lantai dua rumah itu.

Usai disahkan, Maeda turun dari lantai atas dan memberikan ucapan selamat kepada seluruh hadirin. "Awalnya, mau diproklamirkan di Lapangan Banteng. Tapi karena kondisinya tidak kondusif, akhirnya dipindahkan ke Pegangsaan Timur," kenang Puji.