"Kami ingin tahu pria yang ingin meninggalkan kehidupan mereka dan menjadi bagian dari kami. Namun, pertama kali mereka harus setuju menuruti perintah kami dan hidup sesuai aturan kami," kata Nelma.
Meski sudah lama membubarkan gereja yang dirintis pendeta Anisio, para perempuan kota ini merasa mereka tak pernah ditinggalkan Tuhan.
"Kami memiliki Tuhan di dalam hati kami. Namun, kami pikir kami tak perlu pergi ke gereja, menikah di hadapan pendeta, atau membaptis anak-anak kami. Semua adalah aturan yang dibuat para pria," kata Rosalee Fernandes (49).
Rosalee yakin dalam banyak hal perempuan jauh lebih baik dibanding para pria. Dia mengatakan, di tangan para perempuan, kota Noiva do Cordeiro jauh lebih cantik, lebih terorganisasi, dan lebih tenteram dibanding jika kota itu dikelola para pria.
"Saat menghadapi masalah, kami memecahkan masalah dengan cara perempuan. Kami mencari konsensus dan bukan konflik," lanjut Rosalee.
"Kami berbagi semua hal, bahkan tanah tempat kami bekerja. Tak ada kompetisi di antara kami. Semua dilakukan demi kebersamaan," tambah dia.
Pada saat-saat senggang, para perempuan ini mengisinya dengan bergosip atau saling mencoba pakaian baru atau saling menata rambut.
"Bahkan, baru-baru ini kami patungan membeli TV layar lebar sehingga kami bisa menonton opera sabun bersama," kata Rosalee.
Kehidupan di Noiva do Cordeiro memang menyenangkan dan nyaris tanpa kekurangan. Satu-satunya kekurangan yang dirasakan para perempuan itu adalah kehadiran para pria yang menyayangi mereka.