Polusi Udara Menyebabkan 1,1 Juta Kematian di Seluruh Afrika

By Ricky Jenihansen, Kamis, 21 Oktober 2021 | 17:00 WIB
Polusi di Afrika menyebabkan anak-anak Afrika kehilangan 1,96 miliar poin IQ. (Ricky Jenihansen)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah laporan baru Program Lingkungan PBB mengungkapkan bahwa polusi udara bertanggung jawab atas 1,1 juta kematian di seluruh Afrika pada 2019. Tim peneliti yang dipimpin oleh Boston College mempublikasikan laporan tersebut di jurnal edisi terbaru The Lancet Planetary Health.

Dalam laporan itu, disebutkan, polusi udara rumah tangga menyebabkan 700.000 kematian, sementara peningkatan polusi udara luar ruangan merenggut 400.000 nyawa. Polusi udara telah menanggung biaya ekonomi dan menghambat perkembangan intelektual anak-anak Afrika. Tidak hanya itu, polusi udara telah merugikan negara-negara Afrika miliaran dalam produk domestik bruto. Temuan penilaian polusi udara ini merupakan yang paling luas di Afrika.

Profesor Biologi dari Boston College, Philip Landrigan, MD, memimpin proyek tersebut bersama Kepala Ekonom Lingkungan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pushpam Kumar. Dalam pemeriksaan pertama mereka di seluruh benua tentang dampak luas polusi udara di Afrika, tim internasional tersebut menemukan bahwa sementara kematian akibat polusi udara rumah tangga sedikit menurun, kematian yang disebabkan oleh polusi udara di luar ruangan, atau ambien, meningkat.

Landrigan yang juga direktur Observatorium Global untuk Polusi dan Kesehatan Boston College itu mengatakan temuan yang paling mengganggu adalah peningkatan kematian akibat polusi udara ambien. "Meskipun peningkatan ini masih kecil, itu mengancam untuk meningkat secara eksponensial ketika kota-kota Afrika tumbuh dalam dua hingga tiga dekade ke depan dan benua berkembang secara ekonomi," kata Landrigan kepada Boston College News.

Menurut peneliti, benua Afrika sedang mengalami transformasi besar-besaran. Populasi Afrika berada di jalur menjadi lebih dari tiga kali lipat di abad ini, dari 1,3 miliar pada 2020 menjadi 4,3 miliar pada 2100. Kota-kota berkembang, ekonomi tumbuh, dan harapan hidup hampir dua kali lipat. Pembakaran bahan bakar fosil telah mendorong peningkatan polusi udara luar ruangan yang pada 2019 menewaskan 29,15 orang per 100.000 penduduk, meningkat dari 26,13 kematian per 100.000 pada 1990, menurut laporan tersebut.

Laporan tersebut juga mencatat, sumber-sumber dalam dan luar ruangan bergabung untuk menjadikan polusi udara sebagai penyebab kematian terbesar kedua di Afrika, merenggut lebih banyak nyawa daripada tembakau, alkohol, kecelakaan kendaraan bermotor, dan penyalahgunaan narkoba. Hanya AIDS yang menyebabkan lebih banyak kematian. Afrika menjadi bagian dari korban global yang disebabkan oleh polusi udara, yang menewaskan sekitar 6,7 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2017.

Baca Juga: Benda Terbang Terkecil Buatan Manusia untuk Pemantau Polusi Udara

Pemetaan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO menunjukkan negara-negara di mana titik-titik bahaya polusi udara berada. (Ricky Jenihansen)

Peneliti menilai bahwa polusi udara di Afrika memiliki dampak negatif yang besar pada kesehatan, sumber daya manusia dan ekonomi. Dampak ini semakin besar seiring berkembangnya negara. Tim meneliti dampak pada otak anak-anak yang sedang berkembang, para peneliti menghitung bahwa paparan polusi udara pada bayi dan anak kecil mengakibatkan hilangnya 1,96 miliar poin IQ di seluruh benua.

Tim juga mempelajari tren polusi udara di Afrika untuk menentukan dampak pada kesehatan manusia dan pembangunan ekonomi di 54 negara Afrika. Tim tersebut memberikan perhatian khusus pada tiga negara Sub-Sahara yang berkembang pesat, yaitu Ethiopia, Ghana dan Rwanda. "Kami fokus pada ketiga negara ini karena mereka semua berada pada titik yang agak berbeda dalam perkembangan ekonomi mereka, dan kami beralasan bahwa membandingkan pola polusi udara di antara mereka akan memberi kami indikator tren masa depan yang baik," kata Landrigan.

Landrigan menjelaskan, di ketiga negara itu, tren peningkatan polusi udara luar ruangan paling jelas terlihat di Ghana, negara yang paling maju secara ekonomi, dan mulai terlihat di Ethiopia dan Rwanda. "Pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa peningkatan polusi udara yang muncul di Afrika hari ini bisa menjadi pertanda masalah yang membayangi. Dengan tidak adanya kepemimpinan visioner dan intervensi yang disengaja, polusi udara dapat menjadi penyebab penyakit dan kematian dini yang jauh lebih besar daripada saat ini dan dapat menimbulkan ancaman besar bagi pembangunan ekonomi," jelas Landrigan.

Baca Juga: Perubahan Iklim: Permasalahan yang Memicu Krisis Kesehatan Masyarakat

Kemacetan di Ghana (Ricky Jenihansen)

Tim peneliti juga menemukan, bahwa selain korban pada kesehatan manusia, polusi udara juga membebankan biaya ekonomi. Output ekonomi yang hilang akibat penyakit yang berhubungan dengan polusi udara adalah 3,0 miliar dollar di Ethiopia, atau 1,16 persen dari produk domestik bruto negara itu. Kemudian 1,6 miliar dollar di Ghana atau 0,95 persen dari PDB negara itu. Sedangkan di Rwanda mencapai 349 juta dollar atau sekitar 1,19 persen dari PDB negara tersebut.

"Investasi dalam pengendalian polusi selain iklim dan keanekaragaman hayati memiliki hasil yang signifikan daripada yang biasanya ditafsirkan. Studi dari tiga negara berbeda di Afrika ini menunjukkan bahwa mengelola polusi berdampak baik pada sumber daya manusia dan membantu meletakkan dasar bagi pemulihan berkelanjutan di era pascapandemi," kata Kumar dari PBB.

Baca Juga: Benda Terbang Terkecil Buatan Manusia untuk Pemantau Polusi Udara