Negara-negara maju secara secara tradisional melihat sebuah bencana yang paling mahal berdasarkan kerugian dan klaim asuransi, mengingat ekonomi mereka yang makmur dan penetrasi asuransi yang luas.
Tahun 2011, misalnya, saat Jepang terpukul gempa besar dan tsunami, kerugian bencana global diperkirakan meroket hingga 391 miliar dollar.
Situasi di negara-negara miskin tidaklah jelas, terutama jika bencana itu tidak melanda kawasan industri, dan karena pertanggungan asuransi tidak begitu meluas.
"Kerusakan yang dihargai dalam dolar bisa sangat kecil. Apa yang harus Anda ukur adalah hilangnya mata pencaharian, jutaan mata pencaharian masyarakat, perahu-perahu nelayan, jaring-jaring mereka, desa-desa mereka, rumah-rumah mereka," kata Cannon.
"Semua itu tidak dapat diukur dalam dolar (uang), semua itu tidak diasuransikan, hal-hal itu bahkan tidak dihitung dalam data statistik internasional," kata Cannon.