Hakikat Makna Burung Phoenix dalam Tradisi Cina

By , Rabu, 12 November 2014 | 15:45 WIB

Batik pesisir utara Jawa kerap menampilkan aneka warna cerah dan motif nan indah, seperti batik asal Cirebon dan Pekalongan. Salah satu motif batik pesisir yang terkenal adalah burung phoenix atau yang sering kita dengar dengan sebutan burung hong.

Kemunculan sosok satwa mitologi Cina dalam batik pesisir Nusantara tidak dapat dipisahkan dari banyaknya pengusaha batik yang berasal dari golongan masyarakat keturunan Cina. Pada masa lalu, mereka menorehkan pengetahuan tentang motif dan warna cerah kepada batik pesisir. Burung phoenix pun menjadi salah satu motif yang digunakan.

Apa makna sejati dari ragam hias burung phoenix?

Orang Cina yang datang Indonesia memiliki pengetahuan budaya tanah leluhurnya. Mereka turut menebarkan budaya tersebut dalam khasanah motif batik pesisir. Phoenix (feng huang) bagi masyarakat Cina merupakan salah satu dari empat mahluk supranatural (si ling) bersama naga (long), kilin (qilin), dan kura-kura (gui).

Secara etimologi beberapa penjelasan mengenai feng huang cukup beragam. Misalnya, “feng” bermakna phoenix jantan dan “huang” adalah phoenix betina sehingga feng huang merupakan simbol persatuan antara jantan-betina, laki-laki dan perempuan. Ada pendapat legenda yang menyebutkan feng huang mengindikasikan bahwa feng adalah kata ‘angin’ sehingga pada masa legenda phoenix dikenal sebagai dewanya angin. Phoenix juga diasosiasikan dengan arah utara.

Burung phoenix ditengarai pertama kali mulai digunakan sebagai motif ragam hias pada masa Kaisar Huang Ti 2698 SM - 2598 SM.

Dalam khasanah ragam motif dalam tradisi budaya Cina, phoenix dan naga sering disandingkan dalam lukisan, ragam hias bangunan dan motif dalam kain atau pakaian. Pada masa lalu, motif tersebut digunakan pada pakaian dan perhiasan permasuri kaisar, sedangkan motif naga hanya dapat digunakan oleh kaisar sang ‘anak langit’. Phoenix dan naga juga banyak digunakan sebagai alusi dalam karya sastra Cina yang telah terekam dalam naskah kuno sejak ribuan tahun silam.

Rekam jejak satwa mitologi ini memiliki sejarah cukup panjang. Burung phoenix ditengarai pertama kali mulai digunakan sebagai motif ragam hias pada masa pemerintahan Kaisar Huang Ti yang memerintah pada tahun 2698 SM - 2598 SM.

Phoenix muncul kembali pada masa pemerintahan Dinasti Han (206 M – 220 M), pada masa itu phoenix mulai menjadi piranti persembahan. Sejak masa Dinasti Han, phoenix bersama naga menjadi ragam hias di setiap istana yang dibangun pada masa itu. Dalam sejarah Cina masa itu, phoenix menjadi simbol sanjungan bagi penguasa yang berhasil dalam memimpin negara dengan damai.

Nampan porselen mewah yang berhiaskan burung phoenix, salah satu satwa dalam mitologi Cina. (Wikimedia Commons)

Pada perkembangan selanjutnya, phoenix pun menjadi lambang agung yang hanya dapat dikenakan oleh permaisuri kaisar Cina. Selama berabad silam, satwa mitologi ini menjadi satu-satunya motif resmi kerajaan yang digunakan sebagai sulaman jubah permaisuri, mahkota, hiasan rambut, tusuk, konde, dan aksesori mewah lainnya. Semuanya hanya boleh digunakan oleh sang ratu.

Phoenix merupakan mahluk mitologi yang kaya akan metafora. Kata fenghuang sendiri mengindikasikan bahwa mahluk tersebut adalah ‘rajanya para burung’. Phoenix merupakan burung paling terhormat di antara pelbagai jenis mahluk berbulu burung.

Satwa itu digambarkan memiliki kepala seperti burung pelikan, berleher seperti ular, berekor sisik ikan, bermahkota burung merak, bertulang punggung mirip naga, berkulit sekeras kura-kura

Dalam perjalanannya, phoenix digambarkan sesuai dengan makna simbolik budaya yang melingkupinya. Satwa itu digambarkan memiliki kepala seperti burung pelikan, berleher seperti ular, berekor sisik ikan, bermahkota burung merak, bertulang punggung mirip naga, berkulit sekeras kura-kura. Sementara bulunya memiliki lima warna lambang lima kebajikan, ekornya dapat menghasilkan suara musik jika bergerak dan bersinggunggan dengan angin, dan ia lebih banyak bersembunyi, hanya muncul pada saat sebuah negara mengalami malapetaka. Satwa itu diyakini akan memperbaiki keadaan dan mendamaikan suasana.

Tubuh phoenix pun tak luput dari metafora—simbol dari sifat utama manusia. Kepala adalah kebajikan, sayapnya adalah tanggung jawab, punggungnya adalah perbuatan baik, dadanya adalah kemanusiaan, dan perutnya adalah sifat terpercaya. Phoenix pun menjadi simbol dalam pelbagai sendi daur hidup manusia. Phoenix dan naga merupakan simbol istri dan suami, lambang permaisuri dan kaisar.

Pengantin ciotau dalam tradisi Cina Benteng mengenakan busana bawahan yang berhias burung phoenix. Dalam upacara ini phoenix melambangkan keagungan atau ratu sehari. Tradisi ciotau di Cina Benteng merupakan warisan Dinasti Manchu. (Mahandis Y. Thamrin/NGI)

Seiring perubahan zaman, motif burung phoenix pun berkembang menjadi milik publik. Saking cantiknya si phoenix, ia pun kerap lekat dengan simbol perempuan cantik. Perempuan cantik yang menggoda dengan kedipan matanya pun dijuluki memiliki ‘lirikan burung phoenix’.