Lunturnya Pemaknaan 200 Tahun Penemuan Candi Borobudur

By , Selasa, 18 November 2014 | 12:43 WIB

Dua abad pasca penemuan kembali Candi Borobudur, kebutuhan atas tenaga ahli konservasi candi semakin mendesak. Sebab, seiring berjalannya waktu, kondisi situs warisan dunia ini semakin rentan terhadap cuaca ataupun ulah manusia.

Kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo mengungkapkan, pihaknya kini sedang melakukan pengkajian tentang perlu tidaknya pemberian lapisan pelindung di bagian tangga Candi Borobudur. Masalahnya, setelah puluhan tahun dikunjungi jutaan wisatawan, bagian tangga Borobudur terus-menerus aus akibat tergerus kaki manusia. (Baca: Lantai Tangga Borobudur Rusak Lantaran Alas Kaki Wisatawan)

Selain mengakibatkan ausnya bebatuan, kehadiran pengunjung juga mendatangkan debu dan kotoran yang menempel di lantai, dinding, dan relief candi.

Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, Borobudur juga mengalami ancaman lain berupa guyuran hujan abu vulkanik dari Gunung Merapi dan Kelud.

”Kondisi Borobudur memang berada di tempat terbuka dan rawan bencana erupsi, khususnya hujan abu vulkanik. Untuk mengantisipasi masalah ini, kami harus dibantu tenaga ahli konservasi batuan dari UNESCO,” papar Marsis, Minggu (16/11), di Yogyakarta.

Sejumlah relawan sedang membersihkan abu vulkanik Gunung Kelud yang menempel di batu-batu candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (17/2). (Ika Fitriana/Kompas.com)

Sejak tiga tahun lalu, tiga ahli konservasi batuan beserta dua asisten dari Jerman didatangkan ke Borobudur. Bersama dengan jajaran Balai Konservasi Borobudur, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta dan Jateng, mereka merawat candi Buddha terbesar di dunia tersebut.

Selain membersihkan abu vulkanik, para ahli juga bertugas mengatasi masalah lain seputar perawatan batu candi, mulai dari penggaraman, munculnya lubang pada bebatuan, pertumbuhan lumut, sampai keretakan bebatuan.

Masalah paling sulit dalam perawatan candi adalah penanganan penggaraman. Penggaraman adalah munculnya garam-garaman akibat proses penguapan setelah hujan. Begitu mengeras, zat garam-garaman ini menempel dan mengeras sehingga sulit dibersihkan.

Persoalan pelik yang lain adalah terbentuknya lubang-lubang di permukaan batuan karena proses penguapan air yang begitu cepat. ”Pada saat hujan, batuan akan menyerap air, lalu terjadi penguapan. Karena proses penguapan yang cepat, terjadi semacam ledakan-ledakan kecil di permukaan batuan yang kemudian memunculkan lubang-lubang,” paparnya.

!break!

Pemaknaan meluntur

 Kepala BPCB Yogyakarta Tri Hartono menambahkan, BPCB Yogyakarta dulu banyak memiliki ahli konservasi candi yang berasal dari para tenaga pemugaran Borobudur tahun 1973-1983. Namun, sejak tiga tahun terakhir, sebagian besar dari mereka memasuki masa pensiun.