Berdasarkan rilis Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) yang diterima pada Rabu, diduga kuat gajah tersebut merupakan korban perburuan liar untuk mengambil gadingnya.
Kedua bangkai gajah sumatra tersebut ditemukan dengan kepala terpenggal dan tengkoraknya terpisah tidak jauh dari badannya.
Satu gajah yang lebih dewasa ditemukan tergeletak di dasar parit dan gajah lainnya berusia lebih muda berada di rerumputan terpisah sekitar 25 meter. Mereka berada di lokasi plasma perkebunan kelapa sawit PT Sumbar Andalas Kencana di perbatasan Jambi – Sumatra Barat.
Penyidik dari Kepolisian Resor Tebo dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara. Dari penyisiran lokasi ditemukan sejumlah tulang gajah yang telah terbakar dan empat buah selongsong peluru berdiamater besar.
Di sekitar lokasi ditemukan pula tenda-tenda beratap terpal yang baru didirikan. Pondok ini digunakan sebagai tempat berkumpulnya warga selama menghalau gajah.
Sugi (20) seorang pemuda yang ditemui penyidik di salah satu pondok menyatakan bahwa kelompok gajah masuk ke kebun warga telah berlangsung selama dua minggu terakhir. Hampir setiap malam warga berjaga-jaga di sekitar kebun dengan mendirikan tenda dan membuat api untuk mengusir gajah.
“Gajahnya ada sekitar 30 ekor. Saya tidak melihat matinya bagaimana. Saya hanya mendengar dari orang-orang kalau ada sekelompok orang yang menggunakan senjata api untuk menembak gajah,” ujar Sugi setengah ketakutan.
Ketua FKGI Krismanko Padang di lokasi kejadian, mengecam keras atas kejadian tersebut. Ia berharap agar pihak kepolisian dengan upaya terbaiknya dapat terus mengungkap pembunuhan satwa endemik sumatra tersebut hingga tuntas.
Memanfaatkan konflik
Habitat gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) terus menyusut. Luas habitat alami gajah di Jambi menyusut drastis hingga 80 persen selama lima tahun terakhir.
Hilangnya habitat mendorong gajah untuk masuk ke perkebunan guna memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu mencari makan. Kondisi ini sudah memicu terjadinya konflik dengan warga. Akibatnya, konflik gajah dan manusia di Provinsi Jambi kembali memakan korban.
“Pemburu liar memanfaatkan konflik ini untuk mencari gading,” ujar dia.
Koordinator Mitigasi Konflik Gajah Frankfurt Zoological Society (FZS) Albert Tetanus mengatakan populasi gajah sumatra di Kabupaten Tebo berkisar 110 individu. Kelompok gajah makin terisolir karena hutan sebagai akses penghubung beralih fungsi menjadi areal perkebunan dan pertambangan.
“Tanpa adanya kawasan hutan sebagai habitat alami, konflik gajah manusia akan terus terjadi,” ujarnya.
Saat ini populasi gajah terkonsentrasi dalam tiga kelompok besar: di daerah VII Koto ada 35 individu, Sumay 60 individu, dan Serai Serumpun 15 individu.
Karena sumber makanan sangat kurang gajah kerap menyeberangi Sungai Sisip menuju areal perkebunan masyarakat di Desa Tanjung. Tahun lalu konflik gajah menyebabkan dua ekor gajah dan satu warga tewas.