Tidak Memiliki Mata, Cacing Ini Bisa Menghindari Racun Berwarna Biru

By Sysilia Tanhati, Selasa, 26 Oktober 2021 | 17:00 WIB
(Eugene Lee)

Nationalgeographic.co.id—Persepsi warna merupakan aspek penting dari cara banyak organisme menavigasi dunia mereka. Kemampuan melihat warna diperkirakan bergantung pada keberadaan mata atau sel reseptif minimal yang mengandung gen reseptor opsin. Opsin merupakan protein yang bertugas untuk mendeteksi warna.

Seorang ilmuwan menemukan bahwa nematoda yang tidak memiliki mata dapat menghindari bakteri yang menghasilkan racun berwarna biru. Ini menimbulkan sebuah pertanyaan: apakah cacing buta ini dapat membedakan warna.

Cacing gelang kecil yang disebut Caenorhabditis elegans tidak memiliki mata. Selain itu, nematoda ini juga tidak memiliki protein yang berfungsi untuk mendeteksi warna. Meski tidak dapat melihat, ini tidak menghalangi cacing untuk memilih warna yang paling tidak disukai.

Penelitian baru menunjukkan bahwa C. elegans dapat merasakan dan menghindari warna biru meskipun tidak memiliki sistem penginderaan cahaya.

Ketika cacing mencari mikroba di tumpukan kompos, mereka perlu menghindari “ranjau” seperti racun berwarna biru cerah. Racun yang mematikan ini dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa. Ahli biologi Dipon Ghosh ingin mengetahui apakah cacing mengenali warna racun sebagai petunjuk untuk menghindarinya.

Serangkaian percobaan menguji kemampuan cacing untuk menghindari P. aeruginosa yang menghasilkan racun berwarna krem ​​atau bekerja di bawah lampu dengan warna berbeda. Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Science bulan Maret 2021.

"Kami ingin memahami komponen pigmen biru toksin pyocyanin - warna atau toksisitasnya - yang memberikan informasi pada cacing," kata Ghosh.

Para peneliti membandingkan reaksi C. elegans dengan bakteri biru beracun, bakteri krem ​​​​beracun, dan bakteri biru aman. Hasilnya menunjukkan bahwa kombinasi warna biru dan toksisitas memiliki dampak terbesar membuat cacing menjauh.  

Dalam percobaan lain, para ilmuwan menempatkan C. elegans di piring dengan bakteri biru beracun dan kemudian mematikan lampu. Tanpa lampu, cacing tidak dapat melarikan diri dari bakteri secepat yang mereka lakukan dengan lampu menyala.

Baca Juga: Cacing Tanpa Telinga, Tetapi Mampu Merespons Suara Melalui Kulitnya

Caenorhabditis elegans, cacing gelang yang bisa mendengar melalui kulitnya. (Wikimedia Commons)

Dalam tes tambahan, Ghosh menciptakan peralatan yang memancarkan cahaya biru dan kuning di kedua sisi cawan lab. Cawan ini berisi nematoda dan versi bakteri beracun yang tidak berwarna. Di bawah cahaya kuning, nematoda berjuang untuk menyingkirkan mikroba berbahaya; di bawah cahaya biru, mereka menghindari.

“Kami dapat secara definitif menunjukkan bahwa cacing tidak merasakan dunia dalam skala abu-abu dan hanya mengevaluasi tingkat kecerahan dan kegelapan,” kata Ghosh dalam sebuah pernyataan. Cacing ini sebenarnya membandingkan rasio panjang gelombang dan menggunakan informasi itu untuk membuat keputusan. Hal ini benar-benar tidak terduga.

Para peneliti kemudian menambah kumpulan cacing, mereka memasukkan versi liar dan bervariasi. Dari sini kemudian ditemukan bahwa C. elegans sebenarnya tidak terlalu ahli dalam merasakan atau mengenali warna biru. Pengurutan DNA menunjukkan bahwa C. elegans yang peka terhadap biru memiliki beberapa mutasi genetik yang berbeda.

Baca Juga: Cacing Pita 18 Meter Ditemukan dalam Perut Pria Pemakan Daging Mentah

Sistem model Caenorhabditis elegans, atau cacing gelang. (Jianke Gong and Shawn Xu)

Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk mencari tahu apa sebenarnya yang dilakukan mutasi itu sehingga cacing merespons cahaya biru.

Temuan ini didasarkan pada penelitian sebelumnya bahwa C. elegans menghindari sinar ultraviolet. Selain itu, C. elegans juga dapat merasakan bau, rasa, sentuhan, dan suhu.

Hasil baru ini "mengejutkan dan memesona," kata ahli saraf Universitas Brown Anne Hart. Ia juga menambahkan bahwa pigmen berperan dalam toksisitas mikroba dan kemampuan untuk menginfeksi. Menurut Hart, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh meremehkan kemampuan invertebrata untuk mempertahankan hidup.

Baca Juga: Uniknya Cacing Penis, Mengapa Mereka Menarik dan Penting Bagi Laut?