Mahasiswa Muslim Belajar Kesetaraan Gender di Gereja Banda Aceh

By , Senin, 5 Januari 2015 | 18:30 WIB

Saya memiliki pengalaman yang sangat berkesan dengan mahasiswa-mahasiswi saya.

Semester ini salah satu mata pelajaran yang saya asuh adalah Studi Gender dalam Islam.Sepertinya menarik jika mahasiswa yang semuanya Islam ini belajar juga tentang bagaimana agama lain melihat relasi laki-laki dan perempuan di agama mereka.

Niat untuk membawa mahasiswa ini karena saat berada di Adelaide, saya banyak berteman dengan teman lokal. Bahkan saya sempat tinggal bersama keluarga lokal selama tiga bulan di Flagstaff Hill, Australia Selatan.

Saat berteman dengan teman-teman lokal ini saya sering datang memenuhi undangan mereka seperti BBQ, piknik bahkan house warming party.

Ketika mereka tahu saya beragama Islam dan senang mengunjungi gereja-gereja, mereka berkata bahwa mereka malah tidak pernah mengunjungi mesjid, dan mereka ingin berkunjung ke masjid suatu saat. Sayangnya, sampai saya kembali ke Aceh, niat itu tidak terealisasikan.

Ketika saya tinggal bersama keluarga lokal, saya juga sempat datang mengikuti beberapa kegiatan gereja yang digawangi oleh ibu. Ibu giat melakukan kegiatan charity seperti membuat klub merajut bagi para perempuan di lingkungannya. tujuannya adalah sebagai tempat berkumpul bagi para perempuan untuk berbagi cerita.

Begitu juga sebagai wadah bagi para pendatang baru di lingkungan yang dekat dengan gerejanya, seperti para pendatang dari Rumania atau Vietnam, yang mungkin belum mempunyai kenalan di lingkungan tersebut.

Dengan mengikuti klub merajut ini, ibu dan teman-temannya dari komunitas lokal bisa membantu para pendatang baru ini, yang bisa jadi belum bisa berbahasa Inggris atau belum mempunyai perlengkapan rumah tangga.

Ayah juga bukan laki-laki sembarangan. Ia pernah menjadi ketua Rotary di Adelaide bagian selatan.

Ketika berada di Flagstaff Hill, saya sempat mengikuti dua kali kegiatan Rotary, penggalangan dana dengan cara penjualan lukisan dan interfaith dialogue dengan komunitas Ahmadiyah. Selain itu beliau juga pernah menjadi semacam bupati di salah satu wilayah di Australia Selatan pada akhir tahun 70-an hingga awal tahun 80-an.

Kesempatan untuk bisa berinteraksi dengan Australia, khususnya Adelaide, tidak terlepas dari beasiswa yang saya dapatkan dari pemerintah Aceh untuk melanjutkan studi saya di Flinders University. Pemerintah Aceh memberikan beasiswa bagi guru dan dosen yang selamat dari musibah tsunami 2004.

Saya tercatat sebagai seorang dosen baru pada tahun 2006 sehingga berhak untuk ikut tes mendapatkan beasiswa ini. Salah satu negara yang memberikan sumbangan sehingga menjadi beasiswa adalah Australia.

!break!

Berdasarkan pengalaman tersebut saya lalu mencoba mencoba menjadi 'jembatan' perdamaian bagi umat Kristiani dan Islam di kota saya sekarang: Banda Aceh. Saya kira sudah saatnya saya membalas kebaikan mereka dengan menjadi semacam 'pembawa damai' untuk agama dan budaya yang berbeda ini.