Kapal, Alat Pemersatu Indonesia

By , Sabtu, 27 Desember 2014 | 19:00 WIB

Di negara kepulauan seperti Indonesia, kapal menjadi alat pemersatu bagi ribuan pulau yang tersebar di Nusantara. Kini, ketika tidak lagi menjadi idola, kapal penumpang pun bermetamorfosis menjadi kapal pesiar yang siap mengantar wisatawan menikmati keindahan alam bawah laut Indonesia. Rapat di kapal? Ah, siapa takut....

Suara tik-tok bola pingpong menggema di sebuah ruangan terbuka di Kapal Motor (KM) Bukit Raya yang tengah melaju dari Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (Kepri), menuju Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas. Seorang gadis belia berusia 11 tahun, Lesti Salsa Bila Rahma yang akrab disapa Acha, cekatan mengembalikan bola pingpong yang menuju ke arahnya. Lawan mainnya adalah kakaknya sendiri.

Penumpang yang kebetulan menyaksikan aksi Acha ternganga tak percaya. Pantas saja dia menyandang juara I tenis meja se-Kepri 2014. Meski badannya lebih kecil ketimbang sang kakak, permainan Acha terbilang luar biasa.

Aksi Acha menjadi hiburan bagi penumpang kapal dalam perjalanan Tanjung Pinang-Tarempa yang diperkirakan ditempuh dalam waktu 18 jam. Termasuk juga bagi Acha yang setiap hari harus berlatih setidaknya 10 jam di bawah bimbingan sang ayah, Charles Manvel (40).

”Daripada bosan, saya main pingpong. Kebetulan di kapal ada meja pingpong,” kata Acha. Ini adalah perjalanan pertama Acha menggunakan kapal Pelni.

KM Bukit Raya yang bertolak dari Pelabuhan Kijang, Sabtu pukul 17.00 di akhir November lalu, merupakan salah satu kapal penumpang yang dioperasikan PT Pelni (Persero) dengan kapasitas 1.000 penumpang. Jalur yang dilayari dimulai dari Pelabuhan Tanjung Priok-Belinyu-Kijang-Letung-Tarempa-Natuna-Midai-Serasan-Pontianak hingga Tanjung Perak. Apabila tak ada halangan, perjalanan memakan waktu lebih kurang dua minggu.

Sebagai kapal penumpang, KM Bukit Raya menyediakan fasilitas kamar kelas I dan II serta kelas ekonomi. Kamar untuk kelas I terdiri dari satu kamar tidur untuk dua orang serta satu kamar mandi. Sementara kamar untuk kelas II terdiri dari empat tempat tidur di dua ranjang bersusun dan satu kamar mandi. Adapun kelas ekonomi terdiri dari ranjang-ranjang berjajar dengan kamar mandi yang dipakai bersama-sama.

Linda Ernawati (36), penumpang yang naik dari Pelabuhan Kijang, Tanjung Pinang, tujuan Tarempa, kali ini membeli tiket kelas ekonomi seharga Rp 185.000 karena kelas I dan II telah habis. Namun, Linda yang bekerja di Dinas Kesehatan Anambas itu tidak terlalu risau.

Sebagai warga yang tinggal di pulau, kapal sudah menjadi bagian hidupnya. Pesawat, meski dengan waktu tempuh lebih cepat, selain mahal, juga tidak bisa dijadikan pilihan utama karena kapasitas tempat duduk yang terbatas. Hanya untuk keperluan mendesak Linda menggunakan pesawat.

”Sudah biasa ke mana-mana naik kapal. Tidak masalah di kelas ekonomi asal ada kapalnya,” kata Linda, yang baru saja menuntaskan tugas belajar di Universitas Indonesia.

!break!

Sementara Kurniawan (36) menjadi penumpang kelas II bersama istri dan anak kedua yang baru berusia empat hari, Fazila Friska Kurniawan. Kurniawan dan keluarga berangkat dari Batam, tempat istrinya melahirkan, menuju Tanjung Pinang menggunakan feri, lalu menggunakan kapal Pelni menuju Tarempa.

”Kami memilih naik kapal karena bayi, kan, belum boleh naik pesawat. Jadi, kami memakai apa yang ada,” kata Kurniawan.

Kali ini Kurniawan naik kapal Pelni karena feri tidak mendapat izin jalan akibat cuaca buruk. Ongkos feri Rp 450.000 dengan waktu tempuh delapan jam, sedangkan ongkos kapal Pelni kelas II Rp 425.000 dengan waktu tempuh 18 jam.