Spesies Baru Kumbang di Sulawesi Dinamakan Unyil, Gundala, dan Corona

By Ricky Jenihansen, Rabu, 27 Oktober 2021 | 13:00 WIB
Dua puluh empat spesies baru ditemukan dari genus Trigonopterus dari Sulawesi. (Alexander Riedel)

Nationalgeographic.co.id—Ilmuwan museum dari Indonesia dan Jerman melaporkan penemuan 28 spesies baru kumbang kecil di Sulawesi. Semua spesies baru kumbang kecil tersebut termasuk dalam genus kumbang Trigonopterus. Salah satu spesies kumbang diberi nama Trigonopterus corona karena terinspirasi dari kondisi pandemi saat ini.

Sulawesi sebagai salah satu pulau besar di Indonesia dengan iklim tropis memang dikenal menyimpan ragam fauna yang dapat ditemukan, seperti babi rusa dan kerbau cebol. Tidak hanya itu, dengan temuan baru tersebut, terungkap bahwa Sulawesi ternyata juga menyimpan keragaman serangga kecil yang sebagian besar belum dijelajahi.

Rincian temuan 28 spesies itu dpublikaskan di jurnal akses terbuka ZooKeys dengan judul "Twenty-eight new species of Trigonopterus Fauvel (Coleoptera, Curculionidae) from Central Sulawesi" pada 22 Oktober 2021. Kemudian, foto resolusi tinggi dari setiap spesies diunggah ke situs ID Spesies, bersama dengan deskripsi ilmiah singkat.

Sebagian besar spesies baru ini dikoleksi oleh Raden Pramesa Narakusumo, kurator kumbang di Museum Zoologicum Bogoriense. Kumbang tersebut didapat dari dua lokasi di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu Gunung Dako dan Gunung Pompangeo. Padahal kumbang kecil belum pernah dicari di lerengnya sebelumnya.

Rekan penelitinya, Alexander Riedel dari Natural History Museum Karlsruhe, telah mempelajari genus ini selama 15 tahun terakhir dan berencana melakukan perjalanan penelitian ke Papua Nugini. Namun, ketika pandemi Covid-19 melanda, ia perjalanannya terhenti dan ia memutuskan untuk mengerjakan spesimen dari Sulawesi bersama dengan Narakusumo sebagai gantinya.

Setelah mendiagnosis spesies baru, mereka menemukan tantangan untuk menemukan nama yang cocok untuk spesies-spesies kumbang itu. Salah satu pilihan yang jelas adalah Trigonopterus corona, yang mencerminkan dampak besar pandemi Covid-19 pada proyek itu.

Baca Juga: Kumbang Spesies Baru yang Terjebak di Tinja Selama 230 Juta Tahun!

Pemandangan dari punggung bukit di atas lereng Gunung Pompangeo yang berawan. (Raden Pramesa Narakusumo)

Namun, Trigonopterus corona sejauh ini bukan spesies serangga pertama dengan nama yang terinspirasi dari pandemi. Pada tahun lalu, kita telah melihat deskripsi spesies dari caddisfly Potamophylax coronavirus dan tawon Stethantyx covida dan Allorhogas quarentenus.

Sementara beberapa spesies yang baru dideskripsikan menggunakan nama yang agak 'standar' yang berasal dari lokasi tempat mereka dikumpulkan atau karakter mereka yang berbeda. Sedangkan yang lain dinamakan dengan nama karakter populer, dua di antaranya dinamai sesuai karakter film Indonesia yaitu Trigonopterus gundala dan Trigonopterus unyil.

Selain itu, peneliti juga memberikan nama Trigonopterus ewok berdasarkan alam semesta Star Wars, kemudian ada juga Trigonopterus Chewbacca, Trigonopterus yoda dan Trigonopterus porg. Semuanya dideskripsikan antara 2016 dan 2019 oleh tim yang melibatkan Riedel. Trigonopterus ewok berwarna karat sepanjang dua milimeter ditemukan pada ketinggian 1900–2000 m di Gunung Pompangeo, bersembunyi di antara serasah daun di hutan.

Baca Juga: Ilmuwan Identifikasi Fosil Kumbang Berkaki Katak Berusia 49 Juta Tahun

Trigonopterus corona. (Alexander Riedel)

Menurut peneliti, kumbang-kumbang ini telah begitu lama diabaikan. Hal itu karena hampir semua kumbang ini berukuran hanya 2-3 milimeter, sementara sebagian besar ahli entomologi lebih menyukai kumbang rusa atau kumbang permata yang lebih besar dan tampak mencolok.

Faktor kedua adalah kemiripan dangkal dari banyak spesies tersebut. Kumbang-kumbang ini lebih mudah didiagnosis dengan urutan DNA mereka. Temuan ini memberikan wajah nama spesies, prasyarat penting untuk studi masa depan. Ini adalah makalah keduanya yang diterbitkan tentang kumbang Trigonopterus dari Sulawesi. Makalah pertama menggambarkan 103 spesies baru dari daerah tersebut.

Saat ini, spesies Trigonopterus yang diketahui di Sulawesi berjumlah 132, yang kemungkinan hanya sebagian kecil dari keanekaragaman yang sebenarnya. Banyaknya pegunungan di Sulawesi memiliki fauna endemik yang berbeda yang telah berevolusi selama jutaan tahun terakhir. Dan kumbang tak bersayap ini, yang sangat terisolasi di habitatnya, adalah contoh yang baik dari diversifikasi ini. Evolusi mereka terjalin dengan sejarah geologi pulau itu.

Baca Juga: Peneliti LIPI Temukan Empat Spesies Kumbang Baru di Maluku Utara

Riedel dalam rilis Pensoft mengatakan spesies-spesies baru tersebut telah mengisi celah penting yang diperlukan untuk memecahkan teka-teki geologis pulau Sulawesi dan ia ingin meningkatkan jumlah lokasi sampel. "Setelah kami memiliki cakupan lokalitas yang cukup dan memahami evolusi kumbang, kami dapat menarik kesimpulan tentang proses geologis yang membentuk pulau Sulawesi. Ini adalah subjek yang menarik, karena pulau ini dibentuk oleh perpaduan fragmen yang berbeda jutaan tahun yang lalu," kata Riedel.

Sementara itu, bagi Indonesia, inventarisasi spesies seharusnya juga tidak kalah pentingnya. Pramesa Narakusumo mengatakan, spesies yang baru dideskripsikan berasal dari koleksi museum mereka, dan itu menggarisbawahi pentingnya museum sebagai sumber penemuan biologis.

“Sebagian besar keanekaragaman hayati Indonesia belum diketahui dan kami membutuhkan nama dan diagnosis spesies, sehingga kami dapat menggunakannya dalam studi lebih lanjut tentang konservasi dan bioprospeksi,” kata Narakusumo.

Raden Pramesa Narakusumo selama kerja lapangan di puncak Gunung Dako. (Raden Pramesa Narakusumo)

Baca Juga: Perkenalkan, Lenardo DiCaprio, Spesies Baru Kumbang Air Asli Indonesia