Pesawat Airbus A320-200 yang digunakan penerbangan tersebut dilengkapi dengan emergency locator transmitter (ELT), yang dirancang memunculkan sinyal darurat ketika terjadi kecelakaan. Dalam insiden ini, belum ada sinyal ELT yang terlacak, hingga Selasa malam.
Adapun data paling mendasar tentang apa yang terjadi di saat-saat terakhir pesawat ini mengudara, hanya dapat diperoleh dari kotak hitam yang terpasang di dalam pesawat. Peralatan ini merekam percakapan di dalam kokpit dan data sistem penerbangan.
!break!Gerry Soejatman, konsultan Whitesky Aviation yang berbasis di Jakarta, mengatakan bukti yang ditemukan sejauh ini masih menyatakan insiden QZ8501 hanya terkait dengan cuaca. "Sebagai faktor utama atau pendukung (belum dapat dipastikan juga)," ujar dia seperti dikutip dari AFP.
Menurut Gerry, pesawat AirAsia belum terdaftar dalam Aircraft Communications Addressing and Reporting System (ACARS), sekalipun sudah melengkapi diri dengan piranti untuk sistem tersebut. Dari insiden ini, Gerry menyatakan otoritas penerbangan Indonesia harus mendorong peningkatan penggunaan teknologi yang bisa membantu pencarian pesawat yang hilang. (Baca juga Pakar Penerbangan: Insiden QZ8501 Mungkin Sama dengan Air France AF447)
Sejumlah analisis memperkirakan pesawat AirAsia QZ8501 hilang setelah gagal melewati awan kumulonimbus (cumulonimbus/CB). Dari data yang diduga berasal dari salah satu menara kontrol lalu lintas penerbangan di bandara di Kalimantan—meski belum terkonfirmasi—kecepatan pesawat diduga tak mencukupi.