"Fotokopi saja sampai kita pakai kertas bolak-balik lho," ujar FOO tersebut.
Efisiensi bahan bakar juga disebut FOO itu menjadi faktor pendukung mengapa LCC bisa menekan biaya pengeluaran. Dengan perhitungan yang akurat, maka maskapai bisa menekan pengeluaran yang berlebih. "Fuel (bahan bakar) itu yang paling terasa (pengeluarannya), (kontribusinya bisa mencapai) 50 persen dari direct cost," katanya.
!break!Maskapai LCC memiliki berbagai siasat untuk menekan biaya pengeluaran bahan bakar, salah satunya adalah membuat flight plan (perencanaan penerbangan) yang tepat. Dengan demikian, pilot tidak akan meminta untuk menambah bahan bakar yang tanggung kalau memang tidak dibutuhkan.
"Ketika butuh (bahan bakar lebih), misal keadaan cuaca yang di atas ambang toleransi, baru ambil banyak sekalian," katanya.
Cuaca buruk di bandara tujuan memang kadang membuat pilot memutuskan untuk holding (menunggu sambil berputar-putar di atas) atau divert (mengalihkan pendaratan) ke bandara alternatif terdekat. Tentunya hal tersebut akan menambah konsumsi bahan bakar di pesawat.
Beberapa contoh penghematan lain yang dilakukan oleh maskapai LCC di Indonesia, menurut dia, adalah dengan tidak menggunakan fasilitas garbarata (jembatan yang menghubungkan ruang tunggu penumpang ke pintu pesawat terbang). Maskapai LCC pada umumnya tidak menggunakan garbarata supaya tidak dikenai biaya oleh pihak bandara yang menyediakan fasilitas tersebut.
Jumlah staf yang dimiliki maskapai LCC juga dibuat seminimal mungkin, dari tingkat top management hingga karyawan kantoran biasa. Itu sebabnya struktur hierarki dalam maskapai LCC biasanya lebih ramping, tidak banyak vice president.
"Di kantor pun demikian, kalau (pekerjaan) bisa dikerjain satu orang, kenapa harus pekerjakan dua orang? Struktur organisasinya juga lebih flat, tidak lebar secara organisasi," ujar FOO tersebut.
Optimalisasi pesawat
Selain melakukan penghematan di berbagai pos, maskapai LCC juga mengejar pendapatan dengan cara optimalisasi dari jumlah pesawat yang ada.
Pesawat baru bisa menghasilkan uang kalau mereka terban. Itu sebabnya, turnaround time sebuah pesawat di maskapai LCC tergolong cepat, sekitar 30 menit di darat untuk menurunkan dan menaikkan penumpang.
Sebagai contoh, sebuah pesawat yang terbang delapan rute dalam satu hari, jika waktu turnaround-nya sekitar 35 menit, maka di akhir hari, pesawat tersebut sudah menghabiskan waktu 80 menit di darat (setara dengan 1 jam 20 menit, cukup untuk terbang Jakarta-Denpasar).
"Daily utilization pesawat jadi terbuang, mending buat terbang," kata FOO tersebut.
Ia membandingkan, utilisasi pesawat di maskapai LCC dalam satu hari bisa mencapai 12 jam. Bandingkan dengan maskapai Garuda Indonesia yang full service, utilisasi pesawatnya per hari bisa hanya 7 jam.
Safety yang utama
Walau mengoptimalkan utilisasi pesawat, FOO tersebut mengakui bahwa soal safety dan perawatan adalah yang utama.
Penghematan yang dilakukan LCC bisa disebut untuk hal-hal tidak terlalu perlu. Hal-hal yang penting, seperti maintenance, training, dan safety, sama sekali tidak ada toleransi.
"Kalau soal maintenance, kami enggak berani (macam-macam), silakan tanya langsung ke inspektur DSKU bagian maintenance, mereka mengakui, kok," katanya.