Mendorong Pemanfaatan, Pelestarian Keanekaragaman Hayati

By , Rabu, 21 Januari 2015 | 10:48 WIB

Di salah satu sudut rumahnya di Tangerang Selatan, Sancaya Rini berkutat dengan kesukaannya, membatik. Hobi yang dia seriusi pada tahun 2005 ini dimulai dengan belajar membatik di Museum Batik Indonesia. Ilmu yang dia dapatkan itu kemudian ditularkan pada anak-anak muda di sekeliling rumahnya. Bukan usaha yang mudah untuk menarik minat anak muda belajar membatik.

Meskipun hanya berhasil membimbing segelintir anak-anak muda di lingkungannya, Sancaya Rini tetap serius menggeluti kegiatan membatiknya. Dia bahkan semakin serius menggunakan  pewarna alam sebagai sumber warna utama dari batik-batik yang dibuat oleh Creative Kanawida, lokakarya membatik yang dikelolanya.

Batik yang ramah lingkungan ini kemudian menjadi semakin mendapatkan perhatian setelah wanita berkerudung ini mendapatkan KEHATI Award tahun 2009 pada kategori Citra Lestari KEHATI. Menurutnya, dari hanya sebuah lokakarya kecil di sudut kota Tangerang Selatan, penghargaan dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) itu membuat semakin banyak orang mengetahui apa yang dia lakukan dengan pewarna alam dan batiknya.

Penghargaan yang diberikan atas usahanya memanfaatkan keanekaragaman hayati dan memberdayakan masyarakat itu justru memperluas jaringannya. Dari jaringan itu dia berhasi mendapatkan informasi-informasi baru tentang jenis-jenis pewarna alam yang lain.

Hal yang sama juga terjadi dengan Maria Loretha di Adonara, Nusa Tenggara Timur. Upayanya mendorong pangan lokal asli Adonara sejak tahun 2007 mendapatkan perhatian yang semakin besar setelah wanita Dayak ini memenangkan penghargaan KEHATI Award 2012. Maria menjadi semakin bersemangat mendorong petani di daerahnya untuk membudidayakan pangan lokal seperti ubi, padi hitam, sorgum, kacang, dan sebagainya. Penghargaan itu juga mengantarkannya pada banyak forum nasional maupun internasional untuk berbagi pengalaman. !break!

Apresiasi dan inspirasi

Dari potret dua penerima penghargaan KEHATI Award tersebut, apresiasi dalam bentuk award masih memiliki peranan penting untuk mendorong gerakan perbaikan lingkungan.

“Pemberian penghargaan mampu memberikan akses pada masyarakat di daerah-daerah yang tidak tertangkap mata banyak orang untuk menjadi terlihat dan mendapatkan pengakuan,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, MS Sembiring, Selasa (20/1).

Mayoritas pengurus Taman Kehati di Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta adalah ibu rumah tangga. Luas Taman Kehati ini mencapai 15 hektar yang terdiri dari 10 hektar dari tanah kas desa dan hutan di Wonosadi, serta 5 hektar adalah hutan adat.

“Kerja keras para pahlawan lingkungan itu mampu memberikan inspirasi”, ungkap Sembiring.

Melalui inspirasi ini diharapkan akan muncul replikasi terhadap pemberdayaan pangan lokal di daerah lain. Ajang penghargaan juga memberikan contoh nyata bagi masyarakat bahwa sebuah upaya perbaikan lingkungan mampu dilakukan diberbagi tempat di Indonesia ini.

Tahun 2015, Yayasan KEHATI kembali dengan KEHATI Award VIII. Kali ini tema yang diangkat adalah keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan bangsa.

Seperti yang diketahui, keanekaragaman hayati memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Convention on Biological Biodiversity (CBD) mencatat bahwa Indonesia termasuk dalam negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi — menyebutkan bahwa 10% dari spesies bunga di dunia berada di Indonesia, begitu pula dengan 12% mamalia, dan 16% reptil. Kemudian terdapat 1.592 spesies burung dan setidaknya 270 spesies ampibi hidup di Indonesia.

Kekayaan yang menjadi potensi besar Indonesia tersebut menyimpan beragam sumber pangan, sumber energi alternatif, sumber obatan-obatan alami, dan jika dijaga dengan baik maka akan ikut menjaga ketersediaan air.